UINSATUUINSATU

Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu KeislamanEpistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman

Sepanjang sejarah Islam, kita dapat dengan mudah menyaksikan serangkaian pertikaian dan konflik antara kelompok Syiah dan Sunni. Namun demikian, terdapat pula serangkaian kisah rekonsiliasi antarkeduanya. Artikel ini mendiskusikan peluang dan tantangan dalam mendamaikan kedua kelompok tersebut di Indonesia. Selain itu, artikel ini juga memberikan gambaran lebih jelas mengenai karakteristik konvergensi antara Syiah dan Sunni dan hubungan mereka dengan term Islam Indonesia. Perseteruan antara Syiah dan Sunni di Indonesia pada dasarnya disebabkan kesalah-pahaman antara keduanya, politisasi Syiah, sekaligus ketegangan politik di Timur Tengah. Ketiga aspek inilah yang menjadi kendala konvergensi Syiah dan Sunni di Indonesia. Namun, kita juga dapat menyaksikan upaya konvergensi Syiah dan Sunni yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Muhammadiyah, serta organisasi Islam lainnya. Melalui upaya mereka dan upaya peneguhan identitas Islam Indonesia, peluang dan prospek rekonsiliasi antara Sunni dan Syiah dapat dibangun.

Upaya rekonsiliasi Sunni-Syiah di Indonesia dilakukan oleh tokoh-tokoh dari NU, Muhammadiyah, dan organisasi Islam lainnya, seperti Habib Husein al-Habsyi, Abdurrahman Wahid, dan Quraish Shihab.Tantangan utama berasal dari politisasi Syiah, persepsi negatif terhadap taqrib sebagai strategi penyebaran ajaran Syiah, serta stigma yang melekat pada para pendukung rekonsiliasi.Masa depan konvergensi ini bergantung pada kekuatan organisasi sipil Islam yang pluralis dan peran aktif para intelektual yang menekankan kesamaan serta mengurai kesalahpahaman antara kedua aliran.

Penelitian lanjutan dapat mengkaji bagaimana pendidikan agama di pesantren dan sekolah Islam di Indonesia dapat dirancang untuk membangun pemahaman lintas sekte tentang sejarah dan praktik keagamaan Sunni dan Syiah, sehingga mengurangi stereotip yang berakar pada ketidaktahuan. Selain itu, perlu diteliti bagaimana media sosial memperkuat atau melemahkan upaya rekonsiliasi melalui analisis narasi politik yang mengaitkan Syiah dengan ancaman asing, serta bagaimana respons masyarakat sipil terhadap narasi tersebut. Terakhir, sebuah studi mendalam tentang peran perempuan dalam memelihara tradisi keagamaan yang inklusif—seperti ritual Ashura atau kecintaan pada Ahlul Bait—dapat mengungkap bagaimana praktik budaya yang bersifat lintas sekte justru menjadi fondasi damai yang tidak terlihat oleh narasi politik, dan apakah pendekatan ini bisa dikembangkan sebagai model edukasi damai di wilayah lain di Asia Tenggara yang mengalami ketegangan sektarian.

  1. #pendidikan agama islam#pendidikan agama islam
  2. #sejarah islam#sejarah islam
Read online
File size915.94 KB
Pages28
DMCAReport

Related /

ads-block-test