MARANATHAMARANATHA

Journal of Medicine and HealthJournal of Medicine and Health

Kasus gigitan oleh ular termasuk kasus kegawatan yang sering dijumpai di Unit Gawat Darurat, terutama yang berada di area persawahan, hutan, perkebunan, dan rawa. Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah kasus gigitan ular di Indonesia. Menurut WHO, diperkirakan terdapat 421 ribu kasus gigitan ular, dengan 20 ribu kematian terjadi di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Sub Sahara Afrika setiap tahunnya. Penulis melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 76 tahun datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan utama luka di tangan kanan dan lengan atas kanan karena digigit ular. Gigitan ular berbisa dapat menyebabkan DIC karena bisa ular mengaktivasi sistem koagulasi dan menyebabkan terjadinya fibrinolisis. Secara laboratoris, ditemukan kelainan seperti anemia, trombositopenia, hipofibrinogenemia, dan peningkatan kadar D-Dimer. Pada penderita proses ini terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Penderita dirawat selama 8 hari kemudian diperbolehkan pulang. Laporan kasus ini dibuat untuk memperluas wawasan kita sekalian bahwa kasus gigitan ular merupakan kasus kegawatan yang terkait pekerjaan, misalnya petani, orang yang bekerja di perkebunan, gembala ternak, nelayan, dan lainnya. Kasus gigitan ular memerlukan penatalaksanaan yang cepat dan komprehensif, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan kecacatan dan kematian.

Telah dibahas kasus seorang laki-laki berusia 76 tahun yang didiagnosis sebagai Vulnus Morsum Serpentum dengan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan hipertensi stage II.Kasus gigitan ular memerlukan penatalaksanaan yang cepat dan komprehensif.Penanganan yang tepat dapat meminimalkan risiko kecacatan dan kematian akibat komplikasi gigitan ular berbisa.

Pertama, perlu diteliti lebih lanjut mengenai faktor risiko spesifik yang memperburuk komplikasi gigitan ular pada pasien lanjut usia dengan penyakit penyerta seperti hipertensi, untuk memahami bagaimana kondisi kronis ini memengaruhi perkembangan DIC. Kedua, penting dilakukan penelitian tentang waktu optimal pemberian serum anti bisa ular terhadap pemulihan parameter koagulasi, mengingat pemberian terlambat dapat memengaruhi prognosis pasien. Ketiga, diperlukan studi mengenai efektivitas kombinasi terapi seperti heparin dan transfusi kriopresipitat dalam mengatasi DIC akibat gigitan ular, untuk menentukan apakah pendekatan multidisiplin ini dapat mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi jangka panjang. Penelitian-penelitian ini dapat membantu menyusun protokol tatalaksana yang lebih standar dan berbasis usia serta komorbiditas pasien. Selain itu, hasilnya dapat digunakan untuk melengkapi pedoman nasional mengenai penanganan gigitan ular. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang interaksi antara bisa ular dan sistem koagulasi, peneliti dapat mengembangkan terapi yang lebih tepat sasaran. Studi lanjutan yang melibatkan pemantauan laboratorium secara intensif akan memberi gambaran dinamika perubahan koagulasi pasca-gigitan. Penelitian juga dapat dievaluasi berdasarkan respons pasien terhadap volume cairan dan dampaknya terhadap elektrolit. Pendekatan ini penting untuk menghindari komplikasi seperti hiponatremia. Dengan demikian, penelitian lanjutan harus fokus pada personalisasi terapi berdasarkan karakteristik pasien dan kondisi klinis awal.

  1. #karakteristik pasien#karakteristik pasien
  2. #prognosis pasien stemi#prognosis pasien stemi
Read online
File size438.52 KB
Pages14
DMCAReport

Related /

ads-block-test