IC MESIC MES

Jurnal ICMESJurnal ICMES

Artikel ini membahas paradigma yang selama ini digunakan oleh kelompok-kelompok teror yang mengatasnamakan Islam, yaitu takfirisme, yang memandang bahwa membunuh pihak lain yang dianggap kafir adalah sebuah tugas agama. Dalam artikel ini dibahas secara deskriptif kritikan Hātim al-Awnī terhadap berbagai asumsi takfirisme. Dalam paparannya, al-Awnī mengkritisi pembacaan teks wahyu dengan pendekatan tekstualis. Karena menurutnya, tekstualisme itulah yang mengantarkan mereka kepada pemikiran takfir klasik ala Khawarij. Sisi lain yang dikritisi dari asumsi takfirisme adalah overgeneralisasi dalam melihat tindakan seseorang yang menurut mereka mengindikasikan kekafiran. Menurut al-Awnī, paling tidak ada dua variabel yang menjadikan vonis kafir menjadi tidak valid. Dua hal tersebut adalah ketidaktahuan dan takwil. Pelaku sebuah tindakan yang mengindikasikan kekafiran tidak layak dikafirkan jika yang ia lakukan berawal dari ketidaktahuannya. Demikian pula jika yang dilakukannya berawal dari interpretasi berbeda terhadap teks wahyu, vonis kafir terhadapnya menjadi salah alamat. Sisi lain yang terungkap dari pemaparan al-Awnī adalah bahwa pemikiran takfirisme memang ada dalam rumusan para tokoh Wahabisme di Arab Saudi sejak era Muhammad bin Abdul Wahhāb.

Takfirisme memiliki akar dalam doktrin Wahabisme yang terbukti melalui rumusan para tokoh Wahabi dalam karya-karya seperti al-Durar al-Saniyyah.Pemahaman tekstual terhadap teks wahyu dan overgeneralisasi terhadap tindakan menjadi dasar dari vonis kafir yang keliru.Vonis kafir tidak sah jika pelaku bertindak karena ketidaktahuan atau takwil, karena keduanya tidak menggugurkan status keislaman seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Pertama, perlu diteliti lebih lanjut bagaimana penerapan prinsip al-Walā` Wa al-Barā` dalam konteks sosial-politik negara-negara mayoritas Muslim memengaruhi munculnya sikap eksklusif dan intoleran di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda yang terpapar narasi keagamaan yang sempit. Kedua, perlu dikaji secara empiris sejauh mana pemahaman tekstual terhadap konsep hukum Islam seperti hākimiyyah berkontribusi terhadap legitimasi kekerasan dalam kelompok radikal, serta bagaimana alternatif tafsir yang kontekstual dapat menjadi solusi deradikalisasi. Ketiga, perlu dilakukan studi komparatif terhadap berbagai varian pemikiran takfir dalam tradisi Islam klasik dan modern untuk memahami evolusi konsep takfir dari ranah teologis ke ranah aksi politik-kekerasan, serta peran institusi pendidikan dan media dalam penyebaran atau penanggulangannya. Penelitian-penelitian ini penting untuk mengidentifikasi akar ideologis radikalisme secara akurat dan merancang intervensi kebijakan yang tepat sasaran tanpa menyeret seluruh komunitas keagamaan ke dalam stigma negatif.

Read online
File size169.84 KB
Pages21
Short Linkhttps://juris.id/p-1tY
Lookup LinksGoogle ScholarGoogle Scholar, Semantic ScholarSemantic Scholar, CORE.ac.ukCORE.ac.uk, WorldcatWorldcat, ZenodoZenodo, Research GateResearch Gate, Academia.eduAcademia.edu
DMCAReport

Related /

ads-block-test