MARANATHAMARANATHA

Journal of Medicine and HealthJournal of Medicine and Health

Pure red cell aplasia (PRCA) merupakan kelainan langka yang hanya disebabkan oleh kegagalan atau kelainan pada eritropoiesis, di antara semua galur sel sumsum tulang. Pasien dengan PRCA biasanya datang tanpa presentasi klinis yang spesifik, sehingga rekognisinya bergantung dari indeks kecurigaan yang tinggi dari klinisi, untuk memfasilitasi diagnosis dan terapi awal untuk memberikan prognosis yang lebih baik. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular dengan angka kematian tertinggi di dunia dan masih menjadi masalah di banyak negara, termasuk Indonesia. Studi ini adalah laporan kasus pasien TB paru dengan PRCA sebagai komplikasi. PRCA dikonfirmasi dengan pemeriksaan punksi sumsum tulang sebagai standar emas. Dalam kasus khusus ini, PRCA diduga terjadi karena penggunaan isoniazid dalam rejimen pengobatan TB. Penghentian pemberian isoniazid selanjutnya menghasilkan normalisasi kadar Hb. Melalui laporan kasus ini, kami hendak menyorot PRCA sebagai salah satu diagnosis banding yang harus dipertimbangkan apabila ditemukan anemia simtomatik pada pasien tuberkulosis dalam terapi standar.

Deteksi dini PRCA sangat penting agar intervensi medis yang tepat dapat diberikan lebih awal pada pasien.Karena kelangkaannya dan gejala klinis yang tidak spesifik, kesadaran serta kecurigaan klinisi sangat penting dalam diagnosis dini penyakit, terutama pada pasien dewasa.Diagnosis PRCA dapat dipertimbangkan pada kasus anemia pada pasien TB yang menerima isoniazid dalam regimen TB mereka, setelah menyingkirkan penyebab anemia lain.

Penelitian lanjutan dapat difokuskan pada memahami bagaimana isoniazid memicu reaksi kekebalan yang menyebabkan PRCA, seperti melalui mekanisme antibodi IgG atau sel T yang menyerang sel darah merah belum matang, sehingga bisa dikembangkan pengujian laboratorium rutin untuk mendeteksi risiko dini pada pasien TB. Selain itu, apakah variasi genetik pada pasien memengaruhi kepekaan terhadap efek samping isoniazid ini, sehingga studi longitudinal pada populasi dengan genetika berbeda dapat membantu menentukan siapa yang berisiko tinggi anemia saat menjalani pengobatan TB, dan bagaimana cara menyesuaikan dosis atau alternatif obat tanpa mengurangi efektivitas penyembuhan TB. Penelitian lain bisa mengeksplorasi campuran obat anti-TB lainnya yang lebih aman, misalnya dengan mempelajari kombinasi tanpa isoniazid pada kelompok pasien rentan anemia, untuk menemukan regimen baru yang mengurangi komplikasi hematologis sambil mempertahankan tingkat kesembuhan TB yang tinggi di daerah endemik seperti Indonesia. Kajian tersebut tidak hanya bergantung pada data kasus individu, tetapi perlu melibatkan sampel pasien lebih besar dari berbagai usia dan jenis kelamin untuk memastikan temuan yang lebih akurat dan dapat diaplikasikan secara klinis, serta menghindari terulangnya kejadian anemia berat yang mengancam nyawa pasien dengan TB sulit diobati.

  1. A Case of Pure Red Cell Aplasia as a Possible Complication of Pulmonary Tuberculosis Treatment | Journal... doi.org/10.28932/jmh.v5i2.6682A Case of Pure Red Cell Aplasia as a Possible Complication of Pulmonary Tuberculosis Treatment Journal doi 10 28932 jmh v5i2 6682
File size408.01 KB
Pages10
DMCAReportReport

ads-block-test