MARANATHAMARANATHA

Journal of Medicine and HealthJournal of Medicine and Health

Pada tahun 2017, prevalensi global gangguan kecemasan menempati 3.6% dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara yaitu 23%. Kecemasan mengaktivasi peningkatan hormon kortisol sehingga terjadi epigastric pain syndrome (EPS), atau postprandial distress syndrome (PDS). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan kecemasan terhadap gejala EPS dan PDS yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas kedokteran UPH. Desain penelitian yang digunakan yaitu analitik komparatif kategorik tidak berpasangan dengan metode potong lintang. Gangguan tingkat kecemasan akan didapatkan dengan kuesioner HARS sedangkan untuk membedakan gejala EPS dan DPS dipakai kuesioner ROME IV. Hubungan antara kategori kecemasan dengan gejala EPS dan PDS dianalisis dengan metode uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan dari 120 responden terdapat 49.2% yang tidak cemas dan cemas ringan; sisanya 50,8% mengalami cemas berat sampai sangat berat. Pada 44 responden yang mengalami kecemasan terdapat EPS sebanyak 61,4% dan PDS sebanyak 38.6%. Terdapat hubungan yang bermakna di antara kecemasan dan EPS dengan p < 0,047, OR=2,306, juga hubungan kecemasan dan PDS dengan nilai p < 0,047 dan OR=0,434. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecemasan memperlambat pengosongan lambung dan merangsang sekresi asam lambung sehingga mengakibatkan munculnya gejala dispepsia fungsional EPS. Disimpulkan bahwa pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan dengan kecemasan mempunyai peluang terjadinya dispesia EPS sebesar 2,3 kali.

Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecemasan dengan dispepsia EPS dan PDS dengan menggunakan kuesioner ROME IV pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan.Pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan dengan kecemasan, mempunyai peluang terjadinya dispesia EPS sebesar 2,3 kali.

Untuk penelitian lanjutan, salah satu ide yang menarik adalah melakukan studi untuk mengeksplorasi apakah program intervensi seperti latihan mindfulness atau terapi kognitif perilaku dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan di kalangan mahasiswa kedokteran, dan apakah hal itu berdampak pada penurunan gejala dispepsia seperti epigastric pain syndrome dan postprandial distress syndrome. Ide lainnya adalah mengembangkan penelitian longitudinal yang melacak hubungan antara peningkatan kecemasan selama masa studi dan perkembangan gejala dispepsia dari semester ke semester, untuk melihat apakah kecemasan jangka panjang lebih kuat berhubungan dengan dispepsia kronis daripada kecemasan sementara. Selain itu, penelitian bisa fokus pada perbandingan antar kelompok mahasiswa dari berbagai universitas untuk mengkonfirmasi apakah hubungan kecemasan dengan dispepsia EPS dan PDS seperti yang ditemukan di Universitas Pelita Harapan juga berlaku di tempat lain, sehingga memperluas sampel dan menghindari keterbatasan jumlah responden yang terbatas. Dengan mempertimbangkan keterbatasan penelitian sebelumnya terkait ketepatan ingatan responden tentang gejala selama tiga bulan terakhir, penelitian lanjutan juga bisa menggunakan metode harian seperti jurnal kesimpangan untuk mendapatkan data gejala yang lebih akurat. Tak kalah pentingnya, ide baru yang berkembang dari hasil ini adalah meneliti peran pola makan dan kebiasaan olahraga sebagai faktor tambahan dalam memoderasi hubungan antara kecemasan dan dispepsia, misalnya melalui studi terhadap mahasiswa dengan jadwal makan tetap versus tidak teratur untuk melihat bagaimana interaksi ini mempengaruhi risiko EPS atau PDS.

  1. Hubungan Kecemasan terhadap Epigastric Pain Syndrome dan Postprandial Distress Syndrome pada Mahasiswa... journal.maranatha.edu/index.php/jmh/article/view/7764Hubungan Kecemasan terhadap Epigastric Pain Syndrome dan Postprandial Distress Syndrome pada Mahasiswa journal maranatha edu index php jmh article view 7764
File size328 KB
Pages11
DMCAReportReport

ads-block-test