UINUIN

AHKAM : Jurnal Ilmu SyariahAHKAM : Jurnal Ilmu Syariah

. Dalam hukum Islam, terjadi kontroversi tentang kesaksian perempuan. Ada yang membedakan antara saksi perempuan dengan laki-laki seperti dalam masalah utang-piutang, tapi ada juga yang menyamakan antara keduanya. Perbedaan tersebut tampaknya diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang. Sebenarnya bila dibedakan antara al-ishhâd (memberi kesaksian di luar pengadilan) dan al-shahâdah (persaksian) sebagai alat bukti di depan hakim di pengadilan, tidak perlu membedakan antara kesaksian perempuan dan laki-laki. Shahâdah di pengadilan ditentukan oleh keyakinan hakim, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi dengan menerima kesaksian seorang perempuan dalam kasus pemerkosaan. Begitu juga Nabi menerima kesaksian seorang perempuan dalam kasus Uqbah ibn al-Harîth yang mengawini Umm Yahyâ bint Abî Lahab. Kata Kunci: al-ishhâd, al-shahâdah, shâhidayn, utang-piutang.

Kesaksian di pengadilan tidak selalu memerlukan laki-laki atau jumlah saksi tetap, melainkan profesionalisme individu saksi.Perbedaan pandangan ulama tentang kesaksian dalam Al-Quran timbul dari instrumen interpretasi dan pendekatan mereka terhadap teks versus realitas sosial.Pada akhirnya, alat bukti di pengadilan tidak membedakan kelamin, melainkan bergantung pada kehati-hatian hakim dalam memutuskan perkara.

Penelitian lanjutan bisa mengeksplorasi apakah aturan kesaksian satu pria setara dengan dua wanita dalam transaksi utang masih cocok di masyarakat modern di mana wanita semakin terlibat dalam dunia bisnis dan perdagangan, sehingga mempertanyakan relevansi illah dengan konteks perubahan peran gender saat ini. Kedua, studi dapat mengamati bagaimana teknologi seperti video rekaman atau bukti digital mempengaruhi pembedaan antara al-ishhad di luar pengadilan dan al-shahadah di pengadilan, dengan meneliti apakah inovasi ini membuat kesaksian wanita sama kuatnya dengan pria dalam hal keyakinan hakim tanpa perlu persyaratan jumlah. Ketiga, penelitian bisa menginvestigasi implementasi ijtihad oleh hakim kontemporer dalam kasus-kasus hukum Islam yang melibatkan kesaksian perempuan, seperti dalam sengketa pewarisan atau perceraian, untuk memahami apakah pandangan ulama tafsir klasik dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan perspektif kesetaraan gender dalam masyarakat global. Dengan mengintegrasikan temuan-temuan ini, penelitian bisa memberikan wawasan baru tentang bagaimana norma Islam tentang kasuksuan wanita dapat disesuaikan dengan zaman, tanpa mengubah esensi ajaran namun memastikan keadilan bagi semua pihak. Ini penting karena di era sekarang, pembagian tugas antara pria dan wanita sudah tidak mutlak lagi, seperti dijelaskan oleh beberapa ulama bahwa peluang wanita terlibat dalam ekonomi berarti kenangan mereka tentang urusan keuangan mungkin sama baiknya dengan pria. Selain itu, contoh penerimaan Nabi terhadap kesaksian wanita dalam kasus-kasus tertentu menunjukkan bahwa ijtihad lebih fleksibel daripada interpretasi literal, sehingga penelitian bisa mengkaji lebih dalam ayat-ayat lain seperti yang berkaitan dengan wasiat atau zina untuk menguatkan kesetaraan. Pada akhirnya, saran ini bertujuan untuk memperkaya diskusi akademik dan praktis, memastikan bahwa hukum Islam tetap relevan dan adil dalam menghadapi tantangan sosial saat ini.

Read online
File size317.87 KB
Pages8
DMCAReport

Related /

ads-block-test