IPBIPB

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management)Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management)

Ruang Terbuka Hijau berfungsi tidak langsung untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Salah satu kecamatan di Jakarta Selatan, yaitu Jagakarsa, merupakan wilayah berpotensi dalam pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis hubungan antara Ruang Terbuka Hijau dan karbon monoksida (CO). Penentuan hubungan antara luas Ruang Terbuka Hijau dan konsentrasi CO dilakukan dengan metode analisis korelasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kualitas udara selama lima tahun di wilayah Jakarta Selatan. Data diproses menggunakan SPSS untuk memperoleh korelasi antara CO dan penggunaan lahan. Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan yang sangat kuat antara Ruang Terbuka Hijau dan CO dengan nilai korelasi -0,865, di mana setiap penurunan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara signifikan memengaruhi tingkat CO. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi minimum Ruang Terbuka Hijau di sebuah kota adalah 30% dari luas kota, namun di Jagakarsa, proporsi tersebut menurun menjadi 10,33%.

Setiap penurunan luas Ruang Terbuka Hijau secara signifikan meningkatkan konsentrasi CO.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, proporsi minimum Ruang Terbuka Hijau di kota adalah 30%, namun di Jagakarsa hanya mencapai 10,33%.Selama periode 2015–2019, luas Ruang Terbuka Hijau menurun sebesar 30,66%, dengan penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2019 sebesar 65,34%.

Penelitian lanjutan dapat mengkaji seberapa efektif penambahan Ruang Terbuka Hijau berbasis taman vertikal atau atap hijau di kawasan padat penduduk Jagakarsa dalam menurunkan konsentrasi CO, dibandingkan dengan peningkatan luas lahan hijau konvensional. Selain itu, perlu diteliti bagaimana perubahan pola lalu lintas kendaraan — seperti peralihan ke kendaraan listrik atau pembatasan kendaraan berbahan bakar fosil — dapat memodulasi dampak penurunan RTH terhadap kualitas udara, karena data menunjukkan korelasi lemah antara jumlah kendaraan dan CO. Terakhir, studi lebih dalam diperlukan untuk memahami mengapa penurunan RTH di Jagakarsa jauh melampaui batas minimal 30% yang diatur undang-undang, dengan mengeksplorasi kebijakan tata ruang, tekanan pengembangan ekonomi, dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan RTH, agar solusi yang diusulkan tidak hanya teknis tapi juga sosio-politik.

File size434.41 KB
Pages9
DMCAReportReport

ads-block-test