APTKLHIAPTKLHI

Indonesian Journal of Forestry ResearchIndonesian Journal of Forestry Research

Mengembangkan dan memelihara hutan lestari merupakan salah satu cara untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Secara teknis, kelestarian hutan masyarakat dapat diartikulasikan tidak hanya dari tiga aspek, yaitu ekonomi (ECO), sosial budaya (SOC), ekologi (EGY), namun juga termasuk dimensi legal dan institusional (LIT), serta aksesibilitas dan teknologi (ACT). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel dimensi keberlanjutan yang berpengaruh langsung positif terhadap kelestarian hutan masyarakat (SCF), mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi SCF dan variabel dimensi keberlanjutan yang berpengaruh dominan terhadap SCF. Penelitian ini menggunakan sampel 70 kelompok tani hutan di Kabupaten Bogor sebagai sampel responden dan responden dengan tujuan berdasarkan pertimbangan kriteria kelompok tani hutan yaitu kriteria pemula, madya, dan utama. Alat analisis yang digunakan adalah PLS-SEM. Dimensi keberlanjutan ECO, EGY, LIT, dan ACT berpengaruh langsung positif signifikan terhadap SCF. Pengujian hipotesis mediasi menunjukkan bahwa terdapat mediasi parsial dari ECO dan EGY ke SCF yang konsisten dan bernilai positif. Berdasarkan perhitungan nilai koefisien total-effect, diantara kelima dimensi tersebut, nilai ekologi merupakan yang terbesar dan terkuat. Implikasi kebijakannya, aspek ekologi dianggap penting dan strategis. Oleh karena itu, struktur dan komposisi hutan masyarakat perlu dijaga nilai dan produktivitasnya.

Dimensi keberlanjutan ekonomi, ekologi, legal dan institusional, serta aksesibilitas dan teknologi memiliki efek langsung positif signifikan terhadap keberlanjutan hutan masyarakat, di mana peningkatan pada dimensi-dimensi tersebut meningkatkan keberlanjutan hutan masyarakat.Dimensi sosial tidak memiliki efek langsung signifikan pada keberlanjutan hutan masyarakat, namun efek tidak langsungnya melalui mediasi konsisten.Berdasarkan nilai koefisien total efek, ekologi memiliki dampak terkuat pada keberlanjutan hutan masyarakat sehingga memerlukan pengelolaan strategis.

Penelitian lanjutan bisa mengembangkan studi tentang bagaimana dimensi sosial budaya yang saat ini tidak berpengaruh langsung bisa diperkuat melalui integrasi dengan teknologi aksesibilitas untuk menciptakan model partisipasi masyarakat yang lebih efektif dalam pengelolaan hutan lestari. Ahli bisa menjelajahi arah studi komparatif antar daerah Indonesia untuk melihat variasi pengaruh dimensi kelestarian hutan, dengan pertanyaan penelitian seperti apa perbedaan model analisis faktor di Provinsi Riau dibandingkan Bogor. Pengembangan lebih lanjut bisa memperluas cakupan metode PLS-SEM ke aspek temporal, misalnya dengan studi longitudinal tentang bagaimana perubahan kebijakan jangka panjang memengaruhi mediasi ekologi terhadap keberlanjutan hutan masyarakat. Tim peneliti mungkin menyarankan penelitian eksperimental untuk menguji intervensi teknologi pasca panen kayu guna mengurangi ketergantungan ekonomi petani pada aktivitas eksploitatif, yang dapat dijawab melalui proyek seperti konektivitas pasar kayu dan diversifikasi pendapatan. Selain itu, penelitian bisa menggali keterbatasan data sampel hanya dari Bogor dengan memperbesar skala nasional, membangun pertanyaan tentang seberapa signifikan faktor institusi sentral mempengaruhi kelestarian hutan komunitas di berbagai ekosistem. Untuk melengkapi analisis, studi bisa mengintegrasikan variabel baru seperti dampak perubahan iklim pada dimensi ekologi, meneliti bagaimana respons adaptasi petani hutan memediasi keberlanjutan di tengah risiko kerusakan lingkungan yang meningkat. Penelitian kualitatif bisa diusulkan untuk mendalamkan pemahaman tentang hambatan sosial di kelompok petani hutan pemula, merancang arah investigasi pada faktor perceptual yang belum terungkap dalam model PLS-SEM saat ini. Akhirnya, pengembangan metodologi bisa menghasilkan inovasi dalam analisis mediasi tidak konsisten dari sosial ke hutan lestari, memberikan wawasan baru tentang strategi kebijakan yang lebih inklusif dan lestari. (248 kata).

  1. Evaluating the level of sustainability of privately managed forest in Bogor, Indonesia | Biodiversitas... smujo.id/biodiv/article/view/120Evaluating the level of sustainability of privately managed forest in Bogor Indonesia Biodiversitas smujo biodiv article view 120
  2. View of The Institutional of Local Community and Stratification of Land Ownership in Surrounding Community... doi.org/10.7226/jtfm.26.1.59View of The Institutional of Local Community and Stratification of Land Ownership in Surrounding Community doi 10 7226 jtfm 26 1 59
File size683.63 KB
Pages23
DMCAReportReport

ads-block-test