IPBIPB

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management)Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management)

Drainase berikut konversi lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit selalu dikaitkan dengan kehilangan karbon (C), salah satunya dalam bentuk karbon organik terlarut (DOC). Prosedur analitis yang umum digunakan untuk menentukan konsentrasi DOC menerapkan teknik pembakaran suhu tinggi (HTC) yang memerlukan instrumen mahal. Prosedur alternatif yang lebih murah dan lebih cepat telah diuji. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan memvalidasi panjang gelombang spektrofotometer UV-Vis yang paling cocok untuk memperkirakan konsentrasi DOC serta mengevaluasi fluks dan dinamika spasialnya di lahan gambut perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau, Indonesia. Penentuan DOC spektroskopik UV-Vis dilakukan pada sampel air tanah dan air saluran pada panjang gelombang yang diuji yaitu 254, 270, dan 350 nm. Data absorbansi yang diperoleh kemudian divalidasi terhadap data acuan DOC yang berasal dari penerapan teknik HTC menggunakan analisis TOC berdasarkan analisis regresi. Panjang gelombang spektroskopik UV-Vis yang paling cocok untuk memperkirakan konsentrasi DOC adalah 350 nm. Konsentrasi DOC di air tanah (35,67 ± 8,40 mg L-1) sekitar dua kali lebih tinggi daripada di air saluran (16,26 ± 4,15 mg L-1). Rentang dan rata-rata fluks DOC di lokasi penelitian masing-masing adalah 0,079 hingga 0,138 dan 0,102 ton C ha-1 tahun-1.

Data absorbansi spektrofotometer UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang 350 nm dianggap optimal untuk memperkirakan konsentrasi DOC pada lahan gambut perkebunan kelapa sawit tropis di Sumatera, Indonesia.Konsentrasi DOC air tanah hampir dua kali lebih tinggi daripada air saluran, dengan rentang dan rata-rata fluks DOC masing-masing 0,079 hingga 0,138 dan 0,102 ton C ha-1 tahun-1.

Penelitian ini membuka peluang untuk beberapa pengembangan menarik di masa depan. Pertama, karena hasilnya menunjukkan bahwa panjang gelombang terbaik bisa berbeda tergantung lokasi, sebuah penelitian baru bisa menguji apakah metode yang sama dengan panjang gelombang 350 nm juga berlaku efektif di lokasi lahan gambut lain di Indonesia, seperti di Kalimantan, atau pada jenis perkebunan berbeda seperti akasia. Kedua, penelitian ini belum menangkap kondisi lima tahun pertama setelah konversi lahan, sehingga disarankan untuk melakukan studi jangka panjang sejak awal pengolahan gambut untuk memetakan dinamika DOC dari waktu ke waktu secara lebih lengkap. Ketiga, untuk melengkapi pemahaman tentang dampak lingkungan, sebuah studi penting yang bisa dilakukan adalah menghitung secara langsung berapa jumlah DOC yang dilepaskan ke air yang kemudian berubah menjadi gas CO2, yang akan menghubungkan temuan di air dengan estimasi total emisi karbon ke atmosfer.

  1. BG - Impact of peatlands on carbon dioxide (CO2) emissions from the Rajang River and Estuary, Malaysia.... doi.org/10.5194/bg-16-17-2019BG Impact of peatlands on carbon dioxide CO2 emissions from the Rajang River and Estuary Malaysia doi 10 5194 bg 16 17 2019
  1. #konversi lahan#konversi lahan
  2. #lahan gambut#lahan gambut
File size486.62 KB
Pages10
DMCAReportReport

ads-block-test