UNIGHAUNIGHA

JASSJASS

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dikatakan sah jika dicatatkan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2), sehingga nikah siri dianggap tidak sah karena tidak memenuhi unsur tersebut. Akibat hukumnya, akte kelahiran anak dari nikah siri tidak dapat dikeluarkan karena pernikahan tidak resmi menurut hukum positif Indonesia. Menurut Hukum Islam, nikah siri sah jika telah memenuhi syarat dan rukun nikah serta dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam. Sebelum Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010, anak dari hasil nikah siri hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah adanya putusan tersebut, anak juga dapat memiliki hubungan perdata dengan ayahnya jika mendapat pengakuan dari ayah biologis atau dibuktikan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkawinan dikatakan sah menurut hukum positif Indonesia jika telah dicatatkan sesuai Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sehingga nikah siri yang tidak tercatat dianggap tidak sah dan berdampak pada ketidakmampuan mengeluarkan akte kelahiran anak.Menurut Hukum Islam, nikah siri dinyatakan sah asalkan memenuhi syarat dan rukun nikah sebagaimana diatur dalam ketentuan agama.Sebelum Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010, anak dari nikah siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu, namun setelah putusan tersebut, anak dapat memperoleh hak hubungan perdata dengan ayah jika ada pengakuan atau bukti ilmiah atas hubungan darah.

Pertama, perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana penerapan Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 di tingkat lokal, khususnya di daerah seperti Pidie Jaya, untuk mengevaluasi sejauh mana anak dari nikah siri berhasil memperoleh akte kelahiran dan pengakuan hukum dari ayah biologis secara praktik. Kedua, penting untuk mengkaji efektivitas penyuluhan hukum yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat mengenai risiko perkawinan siri, termasuk dampaknya terhadap status anak, untuk mengidentifikasi metode edukasi yang paling berhasil menurunkan angka nikah siri. Ketiga, perlu dikembangkan kajian tentang perlunya regulasi khusus yang mengatur perkawinan siri secara lebih jelas, termasuk mekanisme pencatatan alternatif atau rekognisi administratif sementara, agar dapat memberikan kepastian hukum bagi keluarga dan perlindungan hak anak tanpa harus bertentangan dengan hukum positif yang berlaku. Penelitian-penelitian ini dapat membantu menyusun sistem hukum administrasi yang lebih inklusif dan responsif terhadap realitas sosial masyarakat saat ini.

  1. #interaksi sosial#interaksi sosial
  2. #interaksi sosial anak#interaksi sosial anak
Read online
File size294.62 KB
Pages9
Short Linkhttps://juris.id/p-1vH
Lookup LinksGoogle ScholarGoogle Scholar, Semantic ScholarSemantic Scholar, CORE.ac.ukCORE.ac.uk, WorldcatWorldcat, ZenodoZenodo, Research GateResearch Gate, Academia.eduAcademia.edu
DMCAReport

Related /

ads-block-test