MKRIMKRI
Jurnal KonstitusiJurnal KonstitusiPengujian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang‑Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok‑Pokok Agraria dan Undang‑Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditujukan untuk memastikan agar warga negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing bisa tetap memiliki hak atas tanah dengan titel Hak Milik maupun Hak Guna Bangunan. Hasil akhirnya, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, melalui Putusan No. 69/PUU‑XIII/2015, menolak sebagian permohonan yang diajukan dan memberikan tafsir sehubungan dengan perjanjian perkawinan, sehingga perjanjian perkawinan juga bisa dibuat selama dalam ikatan perkawinan. Namun demikian, terdapat masalah nyata dalam Pertimbangan Hukum yang disusun, yaitu falasi, kurangnya pertimbangan dan tidak adanya analisis dampak. Di sisi lain, penilaian yang dilakukan secara terpisah oleh Mahkamah Konstitusi terhadap objek yang diujikan menyebabkan tidak tampaknya perdebatan komprehensif mengenai isu pokok yang diujikan. Terlepas dari kekurangan tersebut, tak dapat pula disangkal bahwa Putusan No. 69/PUU‑XIII/2015 memberikan alternatif jalan keluar.
Mahkamah Konstitusi menilai pengujian UUPA tidak beralasan dan memberikan interpretasi Pasal 29 tentang perjanjian perkawinan, memperluas ruang lingkup penerapan perjanjian saat ikatan perkawinan.Pengujian hukum mengandung falasi, kurangnya pertimbangan dampak, dan pemisahan pertimbangan yang membuat analisa tidak utuh.Putusan tidak berhasil menjawab masalah utama terkait hak atas tanah bagi pasangan Indonesia–wakil asing, sehingga masih tersisa ketidaksesuaian hukum.
Penelitian pertama dapat memetakan dampak nyata dari Putusan No. 69/PUU‑XIII/2015 terhadap hak milik tanah pasangan Indonesia−WNA melalui survey lapangan; penelitian kedua harus meneliti konsistensi antara Undang‑Undang Pokok‑Pokok Agraria dan Undang‑Undang Perkawinan terkait hak kepemilikan tanah, serta kedunia yang timbul; penelitian ketiga dapat mengevaluasi praktik pembuatan perjanjian perkawinan dalam konteks pernikahan internasional, mencatat kendala administratif dan solusi alternatif, sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan harmonisasi hukum bagi pihak terkait.
| File size | 373.17 KB |
| Pages | 21 |
| DMCA | ReportReport |
Related /
MKRIMKRI Pertanyaannya adalah apakah doktrin tersebut dapat juga diinterpretasikan sebagai negative budgeter dan positive budgeter dalam pengujian Undang-UndangPertanyaannya adalah apakah doktrin tersebut dapat juga diinterpretasikan sebagai negative budgeter dan positive budgeter dalam pengujian Undang-Undang
MKRIMKRI d) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. dan e) Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakild) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. dan e) Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
MKRIMKRI Salah satu unsur terpenting negara hukum menurut Sri Soemantri adalah pengawasan dari badan-badan peradilan. Salah satu bentuk pengawasan adalah judicialSalah satu unsur terpenting negara hukum menurut Sri Soemantri adalah pengawasan dari badan-badan peradilan. Salah satu bentuk pengawasan adalah judicial
UIDUID Hal ini sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Tentang Pedoman Pengurusan, PertanggungjawabanHal ini sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban
Useful /
MKRIMKRI Kehadiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memang sudah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya sehingga ada keluasaan untukKehadiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memang sudah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya sehingga ada keluasaan untuk
MKRIMKRI Dalam perjalanannya, melalui proses pengujian undang-undang, paradigma dimaksud justru digeser ke arah menghilangkan pembatasan yang demikian, karena dinilaiDalam perjalanannya, melalui proses pengujian undang-undang, paradigma dimaksud justru digeser ke arah menghilangkan pembatasan yang demikian, karena dinilai
MKRIMKRI Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 004/SKLN-IV/2006 menggunakan penafsiran gramatika untuk menentukan lembaga negara yang kewenangannya diberikanMahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 004/SKLN-IV/2006 menggunakan penafsiran gramatika untuk menentukan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
MAHADEWAMAHADEWA Subjek dalam penelitian adalah pada siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 1 Pringgasela Semester 2 tahun pelajaran 2020/2021 berjumlah 30 orang. Objek penelitianSubjek dalam penelitian adalah pada siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 1 Pringgasela Semester 2 tahun pelajaran 2020/2021 berjumlah 30 orang. Objek penelitian