UIDUID

Reformasi HukumReformasi Hukum

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun demikian, ada beberapa barang atau jasa yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN,salah satunya yaitu barang hasil pertanian yang merupakan salah satu Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (PP 31/2007). Sehubungan dengan perlakuan PPN atas barang hasil pertanian tersebut, Kamar Dagang Indonesia (KADIN) telah melakukan permohonan uji materiil atas beberapa ketentuan PP 31/2007 terhadap Undang-Undang PPN. Selanjutnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013, Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan uji materiil atas ketentuan PP 31/2007 terhadap Undang-Undang PPN yang diajukan oleh KADIN. Implikasi dari adanya Putusan Mahkamah Agung tersebut, mengakibatkan terjadinya perubahan sejumlah ketentuan dan penerapan yang cukup signifikan mengenai PPN atas barang hasil pertanian. Penerapan PPN terhadap barang hasil pertanian berdasarkan Peraturan Pemerintah 12/2001 dan perubahannya, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian, dibebaskan dari pengenaan PPN, sedangkan penerapan PPN terhadap barang hasil pertanian setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 70P/HUM/2013, yaitu atas penyerahan dan/atau impor barang hasil pertanian, terutang PPN. Adapun akibat hukum/impikasi dari Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 70P/HUM/2013 tersebut yaitu: 1) dari aspek legal (substansi), maka barang hasil pertanian menjadi termasuk Barang Kena Pajak 2) dari aspek legal (regulasi), Pemerintah perlu melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 12/2001 beserta perubahannya, 3) dari aspek administrasi perpajakan, maka akan timbul potensi penambahan Pajak Masukan.

Penerapan PPN pada barang hasil pertanian berubah dari status bebas menjadi terutang pasca-Putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013.Implikasi dari putusan ini secara substansi hukum menjadikan barang hasil pertanian sebagai Barang Kena Pajak biasa yang memungkinkan pengkreditan Pajak Masukan, serta mendorong kebutuhan penyempurnaan regulasi pemerintah terkait.Dari aspek administrasi perpajakan, putusan tersebut membuka potensi peningkatan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi pengusaha di sektor pertanian dan potensi penambahan penerimaan negara dari PPN.

Setelah Putusan Mahkamah Agung secara fundamental mengubah lanskap perpajakan atas barang hasil pertanian, muncul beberapa area penelitian penting yang dapat dikembangkan untuk memahami dampaknya secara lebih holistik. Pertama, sebuah studi dapat meneliti secara mendalam bagaimana ketidakseragaman perlakuan pajak, misalnya antara jagung yang tidak dikenakan PPN dan tandan buah segar (TBS) sawit yang kena PPN, memengaruhi daya saing domestik, struktur harga pasar, serta keputusan petani dalam memilih komoditas yang akan dibudidayakan. Kedua, diperlukan penelitian kuantitatif yang mengukur dampak ekonomi riil dari kebijakan ini bagi berbagai tingkatan pelaku usaha tani, mulai dari petani kecil hingga perusahaan agribisnis terintegrasi, dengan fokus pada perubahan pendapatan bersih, arus kas, dan beban administrasi perpajakan yang harus mereka tanggung. Ketiga, penelitian juga bisa mengevaluasi keberhasilan implementasi kebijakan ini dengan mengukur sejauh mana upaya sosialisasi pemerintah dapat dipahami dan diadopsi oleh para petani, serta mengidentifikasi hambatan teknis dan birokratis terbesar yang dihadapi di lapangan untuk merumuskan model edukasi yang lebih efektif.

  1. #putusan mahkamah agung#putusan mahkamah agung
  2. #pajak pertambahan nilai#pajak pertambahan nilai
File size552.17 KB
Pages28
DMCAReportReport

ads-block-test