IAINPTKIAINPTK

Journal of Islamic LawJournal of Islamic Law

Artikel ini menganalisis peran lebe (penghulu) dalam praktik perkawinan anak di Brebes, Indonesia. Menduduki peringkat kedua setelah Indramayu, Brebes adalah kabupaten yang masih menyisakan warisan budaya Sunda dengan praktik kawin anak yang mengakar kuat. Pertanyaan mendasar dalam artikel ini adalah bagaimana peran lebe dalam praktik perkawinan anak di Brebes? Apakah perkawinan anak di Brebes merupakan budaya generik (asli) dari para pendahulunya atau budaya tersebut merupakan bentuk dari apropriasi budaya (pelanggengan budaya yang bukan budayanya sendiri akibat dominasi kultural). Dengan menggunakan kerangka kerja penelitian sosial-legal, penulis berargumentasi bahwa lebe berperan penting dalam mengakarnya praktik perkawinan anak di Brebes. Pemahamannya terhadap fikih klasik sebagai dogma digunakannya untuk melegitimasi praktik perkawinan anak di Brebes. Ia lebih mengutamakan aspek kesiapan para calon pengantin daripada batas usia minimum perkawinan yang telah diatur oleh negara. Selain peran lebe, pemahaman masyarakat yang memandang bahwa usia perkawinan adalah relatif, perempuan harus dilindungi, budaya kawin anak sebagai batu loncatan untuk kehidupan yang lebih baik, perang budaya antara populis (masyarakat) dengan elitis (pejabat pemerintah desa), ketidakpercayaan terhadap pendidikan merupakan faktor-faktor lain yang melanggengkan praktik perkawinan anak di Brebes.

Peran lebe sangat penting dalam melanggengkan praktik perkawinan anak di Brebes dengan menggunakan legitimasi fikih klasik sebagai dogma.Faktor-faktor pendukung meliputi pandangan masyarakat bahwa usia pernikahan bersifat relatif, anggapan bahwa perempuan perlu dilindungi, serta budaya yang memandang pernikahan dini sebagai batu loncatan kehidupan.Terdapat pula ketidakpercayaan terhadap pendidikan dan konflik budaya antara masyarakat dengan elit desa.

Penelitian lanjutan dapat mengkaji bagaimana strategi efektif untuk mengubah persepsi masyarakat tentang kesiapan menikah yang selama ini hanya didasarkan pada fikih klasik, dengan mempertimbangkan aspek psikologis dan kesehatan reproduktif. Selain itu, perlu diteliti peran pendidikan agama yang lebih inklusif dan kontekstual dalam mencegah perkawinan anak, khususnya melalui pendekatan yang melibatkan lebe dan pemangku kepentingan lokal. Penelitian juga dapat mengeksplorasi model intervensi kebijakan yang memadukan hukum negara dengan nilai-nilai kearifan lokal untuk mengurangi praktik perkawinan anak tanpa menimbulkan resistensi budaya.

  1. Judges' Legal Culture in Dealing with High Number of Applications for Child Marriage Dispensation... doi.org/10.19105/al-lhkam.v17i1.6060Judges Legal Culture in Dealing with High Number of Applications for Child Marriage Dispensation doi 10 19105 al lhkam v17i1 6060
  2. Between Culture and the Sacredness of Fiqh: The Role of Lebe in Child Marriage Practices in Brebes, Indonesia... doi.org/10.24260/jil.v3i2.858Between Culture and the Sacredness of Fiqh The Role of Lebe in Child Marriage Practices in Brebes Indonesia doi 10 24260 jil v3i2 858
  1. #pendidikan agama islam#pendidikan agama islam
  2. #science palembang darussalam#science palembang darussalam
File size276.53 KB
Pages20
DMCAReportReport

ads-block-test