MKRIMKRI

Jurnal KonstitusiJurnal Konstitusi

Keberadaan posisi wakil menteri dalam sistem pemerintahan Indonesia pernah menjadi isu konstitusional, baik dalam pengangkatannya maupun dalam isu larangan rangkap jabatan. Artikel ini membahas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang memberikan kejelasan mengenai konstitusionalitas pengangkatan wakil menteri dan larangan rangkap jabatan untuk mereka, termasuk sebagai komisaris atau direksi di perusahaan negara atau swasta. Meski putusan tersebut ada, analisis menunjukkan bahwa larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri masih diabaikan, sebagian wakil menteri saat ini masih menjabat sebagai Dewan Komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan menganalisis data sekunder. Hasilnya adalah bahwa Konstitusi diabaikan karena Putusan Mahkamah Konstitusi terkait larangan rangkap jabatan wakil menteri tidak dilaksanakan. Untuk mengatasi ketidakpatuhan ini, jika wakil menteri yang tetap memegang jabatan sebagai dewan komisaris, Presiden seharusnya dapat memberhentikannya berdasarkan UU Kementerian Negara dan Putusan Mahkamah Konstitusi, dan memberi sanksi berupa kewajiban mengganti kerugian keuangan negara atas pendapatannya selama melakukan rangkap jabatan.

Pelaksanaan amanat putusan Mahkamah Konstitusi terhadap larangan rangkap jabatan yang dilakukan oleh wakil menteri belum dilaksanakan dengan baik dikarenakan pada pelaksanaannya masih ada wakil menteri yang menduduki rangkap jabatan sebagai komisaris dan wakil komisaris di perusahaan milik negara.Hal demikian dapat dikualifisir sebagai suatu bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.Akibat hukum dan sanksi dari rangkap jabatan yang dilakukan oleh wakil menteri yaitu berupa pemberian sanksi administratif yang salah satu sanksinya berupa pemberhentian dari jabatannya.Selain itu, wakil menteri yang rangkap jabatan juga dapat diberikan sanksi berupa kewajiban mengganti kerugian keuangan negara karena mendapatkan gaji dan pendapatan serta fasilitas ganda yang tidak seharusnya yang berasal dari keuangan negara, baik langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan latar belakang, metode, hasil, keterbatasan, dan saran penelitian lanjutan yang ada, penelitian selanjutnya dapat mengkaji secara mendalam mengenai faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi terkait larangan rangkap jabatan wakil menteri, serta merumuskan model pengawasan yang efektif untuk memastikan kepatuhan terhadap putusan tersebut. Selain itu, perlu dilakukan penelitian komparatif terhadap regulasi dan praktik larangan rangkap jabatan di negara-negara lain untuk mendapatkan pelajaran dan inspirasi dalam meningkatkan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Untuk memaksimalkan efektivitas pengawasan, disarankan penelitian untuk mengembangkan indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi dan memberikan umpan balik yang konstruktif bagi para pemangku kepentingan. Dengan demikian, diharapkan tercipta sistem pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan berintegritas.

  1. Disregarding the Constitutional Court Decision Concerning the Prohibition of Concurrent Deputy Minister... jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/2166Disregarding the Constitutional Court Decision Concerning the Prohibition of Concurrent Deputy Minister jurnalkonstitusi mkri index php jk article view 2166
  1. #putusan mahkamah konstitusi#putusan mahkamah konstitusi
  2. #mahkamah konstitusi nomor#mahkamah konstitusi nomor
File size439.05 KB
Pages18
DMCAReportReport

ads-block-test