MKRIMKRI
Jurnal KonstitusiJurnal KonstitusiBerdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Untuk mengatur hal‑hal lebih lanjut, dibentuklah Undang‑Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, undang‑undang tersebut masih belum menjelaskan detail hukum acara kewenangan tersebut, sehingga Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan untuk mengatur hal‑hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Karenanya Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara bertanggal 18 Juli 2006 dibuat oleh Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, peraturan itu belum juga diubah sampai sekarang padahal berbagai putusan Mahkamah Konstitusi telah menentukan beberapa hal yang terkait dengan hukum formal di Mahkamah Konstitusi. Bahkan setelah adanya Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang‑Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi juga belum direvisi. Tulisan ini akan memfokuskan pada analisis terhadap hukum acara perkara sengketa kewenangan lembaga negara oleh Mahkamah Konstitusi pasca beberapa putusan yang telah dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi.
PMK 8/2006 menambah norma penarikan kembali permohonan dengan pengecualian bila sengketa memerlukan solusi konstitusional dan kepentingan umum.Meskipun UU 8/2011 tidak mengubah prosedur, putusan Mahkamah Konstitusi tetap bersifat final dan mengikat.Namun, masih diperlukan revisi PMK untuk mengatur pihak terkait dan menyesuaikan ketentuan saksi serta ahli dalam sengketa kewenangan lembaga negara.
Penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi bagaimana penambahan pihak terkait dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi mempengaruhi keadilan dan efisiensi penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara, misalnya dengan membandingkan kasus yang melibatkan pihak terkait versus yang tidak. Selanjutnya, studi komparatif mengenai prosedur hukum acara di Mahkamah Konstitusi negara lain, seperti Korea atau Amerika Serikat, dapat memberikan wawasan untuk memperbaiki atau memperbaharui PMK 8/2006 agar lebih adaptif terhadap dinamika sengketa konstitusional. Penelitian ketiga dapat menilai relevansi persyaratan dua saksi dan dua ahli dalam setiap perkara sengketa kewenangan, dan menguji apakah standar fleksibel yang mempertimbangkan kompleksitas kasus dapat meningkatkan kualitas keputusan tanpa mengurangi kepastian hukum. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian akan memperkaya literatur hukum acara konstitusional dan menawarkan rekomendasi praktis bagi legislator serta Mahkamah Konstitusi. Ide-ide ini diharapkan dapat menutup celah regulasi yang masih ada dan meningkatkan legitimasi proses pengambilan keputusan konstitusional.
| File size | 417.17 KB |
| Pages | 21 |
| DMCA | ReportReport |
Related /
UMMUMM Artikel ini berkontribusi pada pemahaman tentang bagaimana hukum dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan yang dihadapi dalam prosesArtikel ini berkontribusi pada pemahaman tentang bagaimana hukum dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan yang dihadapi dalam proses
MKRIMKRI 2) pembangkangan terhadap putusan MK berakibat pada ketidakpastian hukum sampai pada terjadinya *constitutional justice delay*. 3) alternatif sanksi yang2) pembangkangan terhadap putusan MK berakibat pada ketidakpastian hukum sampai pada terjadinya *constitutional justice delay*. 3) alternatif sanksi yang
MKRIMKRI 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara didasarkan pada prinsip manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan kepada kepentingan bangsa;4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara didasarkan pada prinsip manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
MKRIMKRI Putusan Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pengontrol penerapan hukum kebiasaan sebagai dasar pemidanaan. 025/PUU-XIV/2016 memperkuat kedudukan asasPutusan Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pengontrol penerapan hukum kebiasaan sebagai dasar pemidanaan. 025/PUU-XIV/2016 memperkuat kedudukan asas
Useful /
SCADINDEPENDENTSCADINDEPENDENT Oleh karena itu, modul proyek perlu dievaluasi ulang. Dalam hal keterampilan supervisi, beberapa supervisor percaya bahwa keterampilan supervisi merekaOleh karena itu, modul proyek perlu dievaluasi ulang. Dalam hal keterampilan supervisi, beberapa supervisor percaya bahwa keterampilan supervisi mereka
UMMUMM Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat implementasi peraturan berbasis pariwisata berkelanjutan di desa wisata kawasan hutanStudi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat implementasi peraturan berbasis pariwisata berkelanjutan di desa wisata kawasan hutan
MKRIMKRI Dengan demikian, praktik ini memiliki kesamaan dengan praktik Mahkamah Agung Amerika Serikat, ketimbang praktik Mahkamah Konstitusi. Untuk mendukung argumenDengan demikian, praktik ini memiliki kesamaan dengan praktik Mahkamah Agung Amerika Serikat, ketimbang praktik Mahkamah Konstitusi. Untuk mendukung argumen
UNPARUNPAR Namun di bawah rezim kepemimpinan Donald Trump yang cenderung berbeda dengan para pemimpin Amerika sebelumnya, membuat negara lain mempertimbangkan kerjasamaNamun di bawah rezim kepemimpinan Donald Trump yang cenderung berbeda dengan para pemimpin Amerika sebelumnya, membuat negara lain mempertimbangkan kerjasama