UINUIN

AHKAM : Jurnal Ilmu SyariahAHKAM : Jurnal Ilmu Syariah

Meskipun perkawinan poligami di Asia Tenggara telah dikaji melalui berbagai sudut pandang, masih terdapat kesenjangan penelitian yang signifikan dalam memahami praktik-praktik ini dalam konteks Malaysia dan Indonesia. Artikel ini mengkaji secara komparatif tentang penafsiran ḍarar sharī sebagai salah satu syarat untuk memasuki pernikahan poligami di Malaysia dan Indonesia dengan tujuan untuk membuat pedoman tentang penafsiran hukum atas konsep ḍarar sharī. Penelitian ini mengadopsi metode kualitatif yang memanfaatkan studi doktrinal dan wawancara semi terstruktur. Temuan dari studi doktrinal didukung oleh informasi yang diperoleh melalui wawancara semi-terstruktur dengan hakim pengadilan Syariah di Malaysia yang dipilih dengan menggunakan pendekatan purposif. Data sekunder dikumpulkan dengan menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan dan kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis tematik dan isi. Studi ini menemukan bahwa Malaysia dan Indonesia memiliki sedikit perbedaan dalam mempertimbangkan konsep kerugian yang melekat pada penerapan poligami. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang berbeda untuk membolehkan poligami di kedua yurisdiksi. Studi ini juga menemukan bahwa tidak seperti kondisi poligami lainnya, pengadilan syariah gagal dalam mempertimbangkan kemungkinan ḍarar sharī sebelum dapat memberikan izin untuk mengizinkan pernikahan poligami.

Perkawinan poligami yang diizinkan dalam Islam sering disalahgunakan dan ditafsirkan secara keliru, menyimpang dari tujuan aslinya yang adil dan bertanggung jawab.Penelitian ini menemukan bahwa meskipun pengadilan syariah mempertimbangkan berbagai syarat, evaluasi terhadap potensi kerugian hukum (ḍarar sharī) terhadap istri masih kurang mendalam.Oleh karena itu, disarankan agar pengadilan memberikan penekanan lebih besar pada penilaian ḍarar sharī seiring dengan pertimbangan keadilan, kesetaraan, dan kemampuan finansial untuk melindungi hak dan kesejahteraan istri dan anak-anak dalam perkawinan poligami.

Penelitian selanjutnya dapat mengajukan pertanyaan: bagaimana indikator emosional dan psikologis yang dapat diukur secara objektif dapat diintegrasikan ke dalam proses persetujuan perkawinan poligami oleh pengadilan syariah, agar tidak hanya mengandalkan kesaksian atau keputusan subjektif? Selain itu, perlu diteliti lebih lanjut: apakah adanya keterlibatan konselor keluarga atau psikolog dalam sidang pengadilan dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap ḍarar sharī, terutama dalam kasus di mana istri pertama memberikan persetujuan tetapi menunjukkan tanda tekanan psikologis? Terakhir, penelitian ini juga mendorong pengembangan studi yang membandingkan keputusan pengadilan syariah di berbagai daerah di Malaysia dan Indonesia, untuk mengidentifikasi pola sistemik dalam penafsiran ḍarar sharī—apakah pengadilan di wilayah urban lebih cenderung menolak permohonan karena dampak sosial, sementara pengadilan di wilayah pedesaan lebih fokus pada aspek keuangan semata? Temuan dari ketiga arah penelitian ini akan membantu menyusun pedoman hukum yang lebih terstruktur, berbasis bukti, dan berorientasi pada perlindungan hak-hak dasar perempuan, sehingga tidak hanya mempertimbangkan legalitas formal, tetapi juga keadilan substantif dalam setiap keputusan perkawinan poligami.

  1. Refusal of Polygamy Permit in Religious Court Decision | Al-Risalah: Forum Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan.... doi.org/10.30631/alrisalah.v23i2.1472Refusal of Polygamy Permit in Religious Court Decision Al Risalah Forum Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan doi 10 30631 alrisalah v23i2 1472
  1. #islamic law#islamic law
  2. #arah kiblat aplikasi#arah kiblat aplikasi
File size489.34 KB
Pages18
DMCAReportReport

ads-block-test