UAJYUAJY

Prosiding Seminar Nasional KONSTELASIProsiding Seminar Nasional KONSTELASI

Frase “sebagus itu dan ekspresi “mo nangis sering muncul di sosial media memberikan komentar mengenai film, musik, pakaian atau produk kecantikan yang sedang tren. Frase ini merupakan bentuk ekspresi umum bagi waganet hingga menyebabkan perdebatan mengenai apa yang dimaksud sebagai “sebagus itu sehingga “mo nangis. Pada artikel ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan estetika Kantian untuk menjawab pertanyaan tersebut. Post yang digunakan untuk menganalisis ekspresi tersebut menggunakan tiga cuitan dari media sosial X dari warganet umum yang memiliki pengikut di bawah dua ribu. Hasil analisis teks ini menunjukkan bahwa frase “sebagus itu ingin menunjukkan pengalaman pribadi dari masing-masing akun tanpa berusaha mengajak warganet lain untuk melakukan ekspresi yang sama. Hal ini senada dengan teori Kant. purposiveness without purpose, yang berarti bahwa ekspresi “sebagus itu dilakukan tanpa tujuan spesifik dan spontan. Frase “sebagus itu juga mengindikasikan adanya validitas universal dari sebuah penilaian estetika yang relevan dengan estetika pada umumnya. Hal ini juga menunjukkan adanya common sense dalam penilaian estetik pada masyarakat.

Ungkapan Sebagus itu sampe mo nangis adalah penilaian estetik warganet terhadap suatu objek, seperti lagu, video, atau drama K-Pop, yang valid karena didasarkan pada pengalaman dan ide individu.Keputusan estetik ini, menurut Kant, tidak memerlukan konsep yang baku, melainkan didorong oleh perasaan senang.Frase mo nangis menjadi ekspresi kesenangan dalam mengapresiasi suatu karya.Penilaian oleh tokoh internet terhadap suatu objek tidak dapat sepenuhnya dianggap sebagai keputusan estetik karena adanya tujuan promosi, sementara kalimat sebagus itu sampe mo nangis adalah hasil akhir dari keputusan estetik.Mempertanyakan itu dari sebagus itu mempertanyakan kembali common sense terhadap penilaian sebuah karya, yang dipengaruhi oleh imajinasi dan pengetahuan, sehingga perbedaan penilaian estetik mungkin terjadi, namun tetap valid sebagai contoh untuk keputusan estetik berikutnya.

Penelitian lanjutan dapat menggali lebih dalam mengenai bagaimana preferensi individu dalam mengonsumsi konten di media sosial memengaruhi pembentukan standar estetika pribadi, serta bagaimana hal ini berbeda antar kelompok usia atau latar belakang budaya. Studi komparatif bisa dilakukan untuk menganalisis bagaimana ekspresi emosi seperti sebagus itu digunakan dalam berbagai platform media sosial dan bagaimana respons audiens terhadap ekspresi tersebut bervariasi. Selain itu, eksplorasi mengenai peran algoritma media sosial dalam membentuk opini publik terkait kualitas suatu produk atau karya seni juga akan menarik. Riset mendalam mengenai dampak psikologis dari penggunaan bahasa hiperbolik dalam penilaian estetika di media sosial, serta pengaruhnya terhadap ekspektasi konsumen dan kepuasan terhadap produk, perlu dilakukan.

  1. #mahasiswa program studi#mahasiswa program studi
  2. #siswa sekolah menengah#siswa sekolah menengah
File size1 MB
Pages9
DMCAReportReport

ads-block-test