UINUIN

AHKAM : Jurnal Ilmu SyariahAHKAM : Jurnal Ilmu Syariah

Dalam konteks fikih, ketentuan hudud telah disepakati baik jenis perbuatannya maupun sanksi-sanksinya. Akan tetapi, tidak semuanya tercantum sebagai materi hudud dalam Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat, seperti hukuman rajam, hukuman mati dan hukuman potong tangan. Ketiga jenis hukuman ini diperdebatkan dengan sengit selama pembahasan Qanun dan akhirnya ditiadakan. Melalui pendekatan sejarah hukum, diketahui setidaknya ada beberapa faktor problematik yang mewarnai perumusan Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat. Pertama, adanya penilaian internal tentang kesiapan pemerintah dan masyarakat yang belum maksimal untuk melaksanakan hukuman-hukuman itu. Kedua, materi rajam, hukuman mati bagi pelaku riddah dan potong tangan yang tidak sejalan dengan hukum acara yang telah ada sebelumnya. Ketiga, adanya pengaruh perbedaan pendapat ulama (disparitas) dalam konteks fikih tentang hukuman-hukuman itu dalam proses perumusan qanun. Keempat, adanya keyakinan para pembahas bahwa penegakan hukum pidana Islam dalam Qanun Aceh memerlukan pentahapan (tadarruj).

Kesiapan pihak-pihak dalam merumuskan qanun menjadi faktor utama penghilangan hukuman rajam, potong tangan, dan hukuman mati dalam Qanun Jinayat Aceh.Oleh karena itu diperlukan persiapan yang lebih mendalam, meliputi penelitian akademik komprehensif, pemahaman mendalam fiqh serta penyusunan implementasi praktis, dan penyediaan infrastruktur serta kesiapan masyarakat dan aparat penegak hukum.Pendekatan tadrīj (fase bertahap) diperlukan untuk mengintegrasikan hukuman hudud secara menyeluruh, termasuk penyesuaian sanksi pada pelanggaran seperti seclusion dan apostasi.

Sebagai langkah lanjutan, pertama perlu dilakukan penelitian kuantitatif yang mengkaji persepsi masyarakat Aceh terhadap penerapan hukuman hudud, khususnya mengidentifikasi tingkat kesiapan dan penerimaan sosial serta faktor‑faktor yang mempengaruhi dukungan atau penolakan. Kedua, diperlukan analisis komparatif antara implementasi tadrīj di Aceh dengan provinsi lain yang menerapkan hukum syariah, guna menyingkap strategi tahapan yang paling efektif serta hambatan‑hambatan institusional yang muncul. Ketiga, sebuah evaluasi menyeluruh terhadap kapasitas institusional dan infrastruktur penegakan hukum di Aceh, mencakup fasilitas Mahkamah Syariah, Wilayatul Hisbah, serta ketersediaan sumber daya manusia, harus dilakukan untuk menentukan kebutuhan teknis dalam pelaksanaan hukuman hudud secara konsisten. Penelitian‑penelitian tersebut akan memberikan dasar empiris yang kuat bagi pembuat kebijakan untuk merumuskan kebijakan yang berbasis data, memperkuat kesiapan institusional, dan memastikan bahwa proses tadrīj dapat dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan.

  1. KANUNISASI FIKIH JINAYAT KONTEMPORER Studi Materi Muatan Qānūn Jināyat Aceh dan Brunei Darussalam... journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/view/145KANUNISASI FIKIH JINAYAT KONTEMPORER Studi Materi Muatan QAnn JinAyat Aceh dan Brunei Darussalam journal walisongo ac index php ahkam article view 145
  2. KEDUDUKAN QANUN JINAYAT ACEH DALAM SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA | Nurdin | MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu... doi.org/10.30821/miqot.v42i2.542KEDUDUKAN QANUN JINAYAT ACEH DALAM SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA Nurdin MIQOT Jurnal Ilmu ilmu doi 10 30821 miqot v42i2 542
  3. LASHING IN QANUN ACEH AND THE CONVENTION AGAINST TORTURE: A CRITICAL APPRAISAL | Malaysian Journal of... doi.org/10.33102/mjsl.v7i1.173LASHING IN QANUN ACEH AND THE CONVENTION AGAINST TORTURE A CRITICAL APPRAISAL Malaysian Journal of doi 10 33102 mjsl v7i1 173
  4. DOI Name 10.26555 Values. name values index type timestamp data serv crossref email support desc prefix... doi.org/10.26555DOI Name 10 26555 Values name values index type timestamp data serv crossref email support desc prefix doi 10 26555
File size412.1 KB
Pages28
DMCAReportReport

ads-block-test