UNUSAUNUSA
Journal | Universitas Nahdlatul Ulama SurabayaJournal | Universitas Nahdlatul Ulama SurabayaMultiple myeloma (MM) adalah keganasan hematologi yang ditandai dengan proliferasi sel plasma yang tidak terkontrol di sumsum tulang, awalnya tanpa gejala, sering menyebabkan gejala seperti nyeri tulang, anemia, disfungsi ginjal, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki signifikansi klinis dari inkonsistensi dalam metode pengukuran albumin pada pasien multiple myeloma, dengan fokus pada serum protein elektroforesis (SPEP) dan bromocresol green (BCG) assay. Analisis komparatif dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan antara kadar albumin yang diukur dengan SPEP dan BCG, serta bagaimana variasi ini berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit dan keputusan pengobatan pada pasien MM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar albumin SPEP secara signifikan lebih tinggi daripada kadar albumin BCG pada pasien MM (p < 0,001). Perbedaan ini signifikan secara klinis karena pembacaan albumin BCG yang lebih rendah dapat melebih-lebihkan tingkat keparahan penyakit, yang berpotensi menyebabkan kesalahan klasifikasi dan memengaruhi keputusan pengobatan. Pengukuran albumin yang akurat sangat penting untuk penentuan stadium dan prognosis yang tepat pada multiple myeloma. Kesimpulannya, penelitian ini menyoroti perlunya mengintegrasikan SPEP dan penanda biokimia untuk diagnosis yang lebih tepat dan intervensi yang tepat waktu. Sementara SPEP penting untuk mendiagnosis MM dan memantau M-protein (juga dikenal sebagai immunoglobulin monoklonal atau paraprotein), metode BCG tetap berguna untuk penentuan stadium dan prognosis. Standardisasi protokol laboratorium dan eksplorasi biomarker baru dapat meningkatkan diagnosis MM, memastikan klasifikasi penyakit yang lebih akurat dan manajemen pasien yang lebih baik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai dampak jangka panjang dari perbedaan ini pada hasil pengobatan dan tingkat kelangsungan hidup.
Studi ini secara komprehensif menganalisis profil biokimia dan elektroforetik pada pasien MM, menekankan pentingnya mengintegrasikan SPEP dan penanda biokimia untuk diagnosis yang akurat dan intervensi tepat waktu.Standardisasi protokol laboratorium dan eksplorasi biomarker baru sangat penting untuk memajukan diagnosis dan pengobatan MM.SPEP memainkan peran penting dalam mendiagnosis multiple myeloma dan melacak kadar M-protein, sementara metode BCG menambah nilai dengan menawarkan data albumin penting yang krusial untuk penentuan stadium dan prognosis.Tes ini memberikan pendekatan menyeluruh untuk memahami dan mengelola penyakit ini.
Penelitian lanjutan dapat difokuskan pada pengembangan metode pengukuran albumin yang lebih akurat dan terstandarisasi, terutama untuk pasien dengan multiple myeloma. Mengingat adanya perbedaan signifikan antara metode SPEP dan BCG, studi komparatif yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini dan dampaknya terhadap klasifikasi stadium penyakit. Selain itu, penting untuk mengeksplorasi biomarker baru yang dapat melengkapi hasil SPEP dan BCG dalam memprediksi prognosis pasien, serta merancang strategi pengobatan yang lebih personal berdasarkan profil biomarker individu. Bagaimana pengaruh variasi genetik terhadap produksi albumin dan respons terhadap terapi pada pasien multiple myeloma? Apakah ada biomarker inflamasi spesifik yang mempengaruhi akurasi pengukuran albumin menggunakan metode BCG? Bagaimana integrasi data genomik dan proteomik dapat meningkatkan klasifikasi risiko dan personalisasi terapi pada pasien multiple myeloma dengan mempertimbangkan kadar albumin yang berbeda?.
- Multiple Myeloma for the Primary Care Provider: A Practical Review to Promote Earlier Diagnosis Among... amjmed.com/retrieve/pii/S000293432200674XMultiple Myeloma for the Primary Care Provider A Practical Review to Promote Earlier Diagnosis Among amjmed retrieve pii S000293432200674X
- The Role of Marrow Microenvironment in the Growth and Development of Malignant Plasma Cells in Multiple... doi.org/10.3390/ijms22094462The Role of Marrow Microenvironment in the Growth and Development of Malignant Plasma Cells in Multiple doi 10 3390 ijms22094462
| File size | 595.72 KB |
| Pages | 9 |
| Short Link | https://juris.id/p-88 |
| DMCA | Report |
Related /
MARANATHAMARANATHA Benda asing luka tembak berupa peluru di telinga merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Diagnosis yang tepat akan menentukan teknik pengambilan bendaBenda asing luka tembak berupa peluru di telinga merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Diagnosis yang tepat akan menentukan teknik pengambilan benda
STKIP SINGKAWANGSTKIP SINGKAWANG = 0,000 < 0,05). Selain itu, perbedaan VO2max diamati antara pelatihan sirkuit dan fartlek pada kedua tingkat motivasi tinggi (Qcount = 22,23 > Qtable= 0,000 < 0,05). Selain itu, perbedaan VO2max diamati antara pelatihan sirkuit dan fartlek pada kedua tingkat motivasi tinggi (Qcount = 22,23 > Qtable
UNUSAUNUSA Sel mesenchymal (MSCs) telah mendapatkan minat yang signifikan karena potensinya dalam memperbaiki jaringan dan organ yang rusak. Vitamin D telah terbuktiSel mesenchymal (MSCs) telah mendapatkan minat yang signifikan karena potensinya dalam memperbaiki jaringan dan organ yang rusak. Vitamin D telah terbukti
MARANATHAMARANATHA Berdasarkan hasil review yang dapat ditelaah bahwa pemodifikasi genetik pada kasus β-Thalassemia diketahui adanya mutasi atau polimorfisme pada gen-genBerdasarkan hasil review yang dapat ditelaah bahwa pemodifikasi genetik pada kasus β-Thalassemia diketahui adanya mutasi atau polimorfisme pada gen-gen
MARANATHAMARANATHA Pure red cell aplasia (PRCA) merupakan kelainan langka yang hanya disebabkan oleh kegagalan atau kelainan pada eritropoiesis, di antara semua galur selPure red cell aplasia (PRCA) merupakan kelainan langka yang hanya disebabkan oleh kegagalan atau kelainan pada eritropoiesis, di antara semua galur sel
UPGRISUPGRIS Pemahaman tentang keragaman genetik, studi asosiasi, analisis evolusi, lokus sifat kuantitatif (QTL), seleksi berbantuan penanda (MAS), dan asosiasi genomPemahaman tentang keragaman genetik, studi asosiasi, analisis evolusi, lokus sifat kuantitatif (QTL), seleksi berbantuan penanda (MAS), dan asosiasi genom
UPGRISUPGRIS diambil di perairan Pulau Karimunjawa, Jepara, kemudian dilakukan isolasi bakteri, penyaringan bakteri penghasil pigmen, serta analisis urutan 16S rRNA.diambil di perairan Pulau Karimunjawa, Jepara, kemudian dilakukan isolasi bakteri, penyaringan bakteri penghasil pigmen, serta analisis urutan 16S rRNA.
KKPKKP Model seleksi menimbulkan depresi inbreeding di keempat generasi dan mengurangi variabilitas genetik, khususnya pada generasi G‑1 dan G‑2. SebagianModel seleksi menimbulkan depresi inbreeding di keempat generasi dan mengurangi variabilitas genetik, khususnya pada generasi G‑1 dan G‑2. Sebagian
Useful /
UNUSAUNUSA Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit pisang sebagai bahan baku pembuatan kertas dengan metode organosolv. Kulit pisang mengandung selulosaPenelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit pisang sebagai bahan baku pembuatan kertas dengan metode organosolv. Kulit pisang mengandung selulosa
UNUSAUNUSA Sampel yang diuji berupa ekstrak etanol petai Cina dan lidah buaya pada konsentrasi 25, 50, 75, dan 100 g/mL, serta kontrol positif (kloramfenikol) danSampel yang diuji berupa ekstrak etanol petai Cina dan lidah buaya pada konsentrasi 25, 50, 75, dan 100 g/mL, serta kontrol positif (kloramfenikol) dan
UPGRISUPGRIS Sampel ikan kemudian dikelompokkan berdasarkan panjang dan dilakukan analisis isi lambung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Waduk Penjalin persentaseSampel ikan kemudian dikelompokkan berdasarkan panjang dan dilakukan analisis isi lambung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Waduk Penjalin persentase
MARANATHAMARANATHA Pasien tumor mediastinum kebanyakan berusia diatas 40 tahun (62,5%), terutama pada dekade ke-6 (23,6%), dan berjenis kelamin laki-laki (73,6%). PasienPasien tumor mediastinum kebanyakan berusia diatas 40 tahun (62,5%), terutama pada dekade ke-6 (23,6%), dan berjenis kelamin laki-laki (73,6%). Pasien