UINUIN

AHKAM : Jurnal Ilmu SyariahAHKAM : Jurnal Ilmu Syariah

Studi ini menemukan bahwa Undang-Undang Perkawinan Indonesia, khususnya pada bagian usia perkawinan, masih mengandung ambiguitas dalam hal bahasa. Hal ini mengarah pada kesenjangan dalam hukum sehingga berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum. Dinyatakan dalam Kompilasi Hukum Islam, pasangan yang belum mencapai usia dua puluh tahun harus mendapatkan persetujuan dari kedua orang tua untuk menikah. Berdasarkan ketentuan ini, setiap pasangan di bawah umur dapat menikah selama memperoleh persetujuan orang tua mereka. Praktik ini tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum, sehingga pihak yang terlibat tidak dapat dihukum. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa perlu dilakukan tinjauan terhadap hukum perkawinan untuk mencegah praktik perkawinan di bawah umur.

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 mengandung banyak ambiguitas, terutama pada Pasal 6 dan Pasal 7, yang menyebabkan ketidakjelasan batas usia perkawinan dan persetujuan orang tua.Ambiguitas bahasa hukum yang bersifat frozen variety memperkuat celah hukum, memungkinkan pelanggaran tanpa konsekuensi, terutama dalam praktik perkawinan anak.Oleh karena itu, diperlukan tinjauan dan penyempurnaan hukum perkawinan agar bahasanya tegas, konsisten, dan mampu menjamin penerapan yang efektif sekaligus selaras dengan aspek religius.

Penelitian lanjutan dapat mengkaji bagaimana perbedaan interpretasi bahasa hukum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan memengaruhi keputusan hakim di pengadilan agama dalam kasus perkawinan anak, serta apakah pola keputusan tersebut konsisten dengan prinsip perlindungan anak. Selain itu, perlu diteliti bagaimana persepsi masyarakat, terutama di daerah dengan tingkat perkawinan anak tinggi, terhadap makna persetujuan orang tua—apakah dianggap sebagai bentuk otoritas atau sebagai alat untuk menghindari hukum. Terakhir, studi dapat mengembangkan kerangka bahasa hukum yang lebih jelas dan terstandarisasi untuk merevisi ketentuan usia perkawinan, dengan mempertimbangkan pendekatan linguistik, psikologis perkembangan remaja, dan nilai-nilai syariah yang menekankan kesiapan spiritual dan material, bukan hanya angka usia, agar revisi hukum tidak hanya teknis tetapi juga mampu mengubah praktik sosial secara berkelanjutan.

  1. #perlindungan anak#perlindungan anak
  2. #usia perkawinan#usia perkawinan
File size1.58 MB
Pages16
DMCAReportReport

ads-block-test