IAIN MADURAIAIN MADURA

AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata SosialAL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial

Mediasi mendapat kedudukan penting dalam PERMA nomor 1 tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses beperkara di pengadilan. Berkenaan dengan pelaksanaan PERMA nomor 1 tahun 2008 di Pengadilan Agama Bangkalan, jika ada para pihak yang berperkara, hakim berupaya melakukan upaya damai dan memaksakan pada para pihak untuk melakukan proses mediasi. Pengadilan agama juga memberikan keleluasaan kepada kedua belah pihak untuk menentukan mediator. Mediator yang berasal dari lembaga mediasi, advokat, atau individu harus mempunyai sertifikat mediasi dari Pengadilan Agama Bangkalan. Secara formal hakim mediator Pengadilan Agama Bangkalan memfasilitasi para mediator selama dua pekan (15 hari) atau lebih, jika para pihak menghendaki perpanjangan mediasi sampai 40 hari. Namun demikian, model kerja mediasi hampir mirip dengan bentuk nasihat dan penggalian data masalah, tanpa melaui konsep yang matang, sebagaimana tahapan teori mediasi.

Pertama, prosedur mediasi sebagaimana ketentuan Perma No.01 tahun 2008 di Pengadilan Agama Bangkalan sudah diaplikasikan meskipun kemampuan mediator masih belum maksimal sebagaimana dalam kajian teoritik mediasi.Kedua, dampak pelaksanaan mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator Pengadilan Agama Bangkalan mampu meningkatkan keberhasilan 3.0% dibandingkan dengan tahun 2008 sebelum adanya mediasi.Namun, jumlah perkara jika dibandingkan dengan perceraian di Pengadilan Agama Bangkalan masih belum dikatakan berhasil sebab angkanya hanya meningkat 3.Ketiga, mediasi dalam hukum Islam memang dijadikan sebagai alternatif kebuntuan masalah dalam rangka mencari keadilan, meskipun tidak sama, namun secara maksud dan tujuan sama-sama ingin mencari rasa keadilan.

Penelitian lanjutan dapat memfokuskan diri pada tiga arah utama yang saling melengkapi. Pertama, evaluasi pengaruh pelatihan mediator bersertifikat terhadap keberhasilan mediasi di pengadilan agama, dengan mengukur apakah kualitas pelatihan dapat meningkatkan persentase kesepakatan. Kedua, analisis faktor psikologis dan sosial yang memengaruhi partisipasi pihak dalam mediasi, termasuk persepsi tentang waktu, biaya, dan kepercayaan terhadap proses, dapat mengarahkan kebijakan insentif dan komunikasi. Ketiga, studi komparatif kuantitatif antara prosedur mediasi pengadilan agama dan pengadilan negeri akan menilai apakah perbedaan prosedur dan kebijakan menyebabkan ketidaksesuaian dalam waktu penyelesaian. Penelitian ini diharapkan menyediakan dasar empiris bagi reformasi kebijakan dan pelatihan mediator di lingkungan peradilan agama.

File size319.82 KB
Pages15
DMCAReportReport

ads-block-test