UNEJUNEJ

Journal of Southeast Asian Human RightsJournal of Southeast Asian Human Rights

Salah satu isu utama yang terkait dengan pengembangan dan penegakan hak asasi universal adalah hubungan yang seringkali menantang antara sentralisme pada tingkat internasional dan pemerintahan lokal pada tingkat domestik. Model pengembangan hak asasi yang lebih terpusat seringkali diklaim menawarkan metode operasional yang lebih homogen, efektif, dan seragam. Namun, model penegakan umum ini sering kali dikritik karena terlalu lemah atau tidak konsisten untuk penerapan universal yang sebenarnya. Meskipun penegakan hak asasi universal biasanya dianggap sebagai domain lembaga internasional dan pemerintah nasional, pendekatan desentralisasi cenderung lebih efisien karena memasukkan pemahaman tentang faktor-faktor spesifik unit masyarakat terkecil serta mempertimbangkan keunikan budaya lokal. Kekurangan fokus pada keinginan dan nilai-nilai budaya komunitas di tingkat lokal merupakan elemen hilang dalam upaya terus menerus mempromosikan standar internasional hak asasi yang efektif. Minat komunitas internasional yang meningkat terhadap promosi hak asasi universal membuka kemungkinan bagi “penegakan berbasis kelompok atau model berbasis kelompok, yang lebih squawker berasal dari asal-usul proletar, sebagai alternatif efektif. Hal ini memperkaya kerangka kerja yang lebih pragmatis dan inovatif, memanfaatkan sistem hukum internasional sebagai kerangka konseptual umum, sambil memungkinkan mekanisme berbasis kelompok untuk menegakkan prinsip dan norma dengan cara yang lebih cocok dengan kemampuan dan kebutuhan spesifik kelompok tersebut.

Analisis pada bagian ini menunjukkan bahwa inisiatif hak asasi berbasis regional menonjolkan dua keuntungan utama dalam pengaplikasian mekanisme penegakan yang berbasis kelompok, yaitu fleksibilitas bagi komunitas dan pemerintah lokal dalam mengutamakan hak yang relevan dengan kondisi spesifik mereka.Selain itu, model berbasis kelompok memungkinkan perkembangan hak asasi sejalan dengan laju pembangunan umat yang menyatu di dalam suatu kelompok atau komunitas.Oleh karena itu, pendekatan ini menawarkan solusi yang lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika sosial budaya di tingkat lokal.

Untuk memperkuat validitas model inverted triangular, penelitian berikutnya dapat membandingkan penerapan model tersebut di tiga negara ASEAN dengan metodologi eksperimental yang mengukur tingkat kepatuhan hak asasi sebelum dan sesudah penerapan model. Selanjutnya, studi lapangan dapat dijalankan di Indonesia melalui pendekatan studi kasus kuantitatif‑kualitatif untuk menilai sejauh mana nilai budaya lokal memengaruhi penerimaan dan implementasi mekanisme penguat hak asali berbasis kelompok, dengan fokus pada kelompok etnis minoritas dan komunitas adat. Terakhir, riset lintas negara dapat difokuskan pada penyusunan survei kuantitatif terhadap organisasi masyarakat sipil di bidang hak asali, di mana data akan digunakan untuk menganalisa hubungan antara kebijakan pusat dan kebijakan lokal dalam konteks subsidiaritas, serta menghasilkan rekomendasi kebijakan yang lebih relevan secara lokal. Rekomendasi tersebut kemudian dapat dievaluasi melalui analisis kebijakan komparatif, menjadikan hasil penelitian sebagai landasan yang konkret untuk reformasi hukum hak asali di tingkat nasional. Studi semacam ini juga memungkinkan peneliti menggali dampak interaksi antar lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta dalam memperkuat pelaksanaan hak asali melalui mekanisme berbasis kelompok.

  1. #hak asasi manusia#hak asasi manusia
  2. #inisiatif hak asasi#inisiatif hak asasi
File size222.36 KB
Pages21
DMCAReportReport

ads-block-test