UNEJUNEJ

Journal of Southeast Asian Human RightsJournal of Southeast Asian Human Rights

Belakangan ini, jumlah pengungsi yang berasal dari negara non‑tetangga semakin meningkat dan datang ke Bangkok untuk mencari suaka di UNHCR. Karena Thailand tidak mengakui status pengungsi mereka, hak‑hak manusia yang dijanjikan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia tidak dijamin bagi kelompok ini, yang disebut pengungsi kota (urban refugees), sehingga mereka tetap berada di Bangkok secara ilegal selama proses permohonan dan hingga kemungkinan penempatan ulang. Studi ini meneliti bagaimana pembatasan hak‑hak mereka, seperti ketakutan terhadap penahanan, hak bekerja, akses layanan sosial, dan proses permohonan yang panjang, memengaruhi kesehatan fisik dan mental pengungsi kota. Data dikumpulkan dari wawancara semi‑struktural dengan 53 pengungsi Pakistan dan petugas lembaga yang bekerja dengan pengungsi. Depresi dan penurunan kesehatan fisik sering dilaporkan, sementara anak‑anak pengungsi tidak dapat mendaftar di pendidikan formal. Mengingat kurangnya dukungan dialog hak asasi manusia dalam masyarakat Thailand, disarankan agar pendekatan yang lebih pragmatis, yang tidak menggunakan narasi hak asasi manusia, diterapkan untuk meningkatkan kondisi hidup pengungsi kota di Bangkok.

Situasi pengungsi Pakistan di Bangkok mencerminkan kondisi pengungsi di negara ASEAN lainnya yang belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, di mana tidak ada perlindungan hukum formal bagi mereka.Thailand tidak menanggung tanggung jawab atas kesejahteraan pengungsi, menerapkan kebijakan penahanan yang ketat dan memperbolehkan aparat penegakan hukum menggunakan wewenang mereka untuk keuntungan pribadi.Ancaman penahanan menjadi faktor paling merusak yang mengisolasi pengungsi, menghambat akses kerja, pendidikan anak, dan pelayanan kesehatan.

Saya mengajukan tiga topik penelitian yang berpotensi memperkaya pemahaman tentang pengungsi kota di Bangkok. Pertama, penyelidikan eksperimental yang menilai keberhasilan program kesehatan mental berbasis komunitas, dengan pertanyaan: bagaimana pendekatan psikososial terpadu dapat mengurangi depresi dan PTSD di antaranya? Kedua, studi naratif berbasis partisipatif yang menelusuri perbedaan peran jaringan sosial antara komunitas Ahmadi dan Kristen, bertujuan menjawab: seberapa besar dukungan komunitas mempengaruhi ketahanan psikologis dan prestasi pendidikan anak? Dan ketiga, studi longitudinal yang memantau dinamika status hukum pengungsi selama 5 tahun, menilai pertanyaan: dalam periode selesaikan proses pengungsi, seberapa berubah akses kerja, pendidikan, dan layanan kesehatan? Hasil penelitian akan memberikan rekomendasi konkret bagi lembaga swadaya masyarakat dan pembuat kebijakan dalam merancang program intervensi yang dapat diimplementasikan di level komunitas maupun nasional. Selain itu, pendekatan kualitatif akan menghasilkan pemahaman kontekstual tentang kebijakan hukum dan praktik penegakan di tingkat lokal yang mempengaruhi status pengungsi. Keterbatasan penelitian, seperti sulitnya mengakses data pribadi pengungsi dan risiko bias karena ketakutan terhadap penegakan hukum, akan diatasi melalui privasi data dan pelanggaran prosedur etika. Penelitian ini juga akan memasukkan variabel pendapatan keluarga dan dukungan keluarga internasional untuk menilai dinamika ekonomi pengungsi. Melalui tiga arah studi ini, diharapkan dapat merumuskan kebijakan berbasis bukti yang meminimalkan tekanan psikologis dan meningkatkan integrasi sosial pengungsi.

  1. The The Absence of Legal Recognition and Its Impact on the Living Conditions of Urban Pakistani Refugees... jseahr.jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEAHR/article/view/5309The The Absence of Legal Recognition and Its Impact on the Living Conditions of Urban Pakistani Refugees jseahr jurnal unej ac index php JSEAHR article view 5309
  1. #hak asasi manusia#hak asasi manusia
  2. #integrasi sosial#integrasi sosial
File size290.27 KB
Pages19
DMCAReportReport

ads-block-test