BALIMEDICALJOURNALBALIMEDICALJOURNAL

0

Latar Belakang: Hiperurisemia adalah kondisi peningkatan kadar asam urat dalam tubuh akibat gangguan metabolisme nukleosida purin melalui hipoksantin, xantin, dan guanin. Tujuan: Menemukan terapi hiperurisemia berbasis pemanfaatan teh kombucha. Metode: Penelitian eksperimental sesungguhnya dengan rancangan posttest only control group design untuk menentukan apakah teh kombucha menghambat xantin oksidase pada tikus model hiperurisemia yang ditunjukkan oleh penurunan asam urat, malondialdehida (MDA), dan 8-hydroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG). Hiperurisemia pada tikus diinduksi melalui diet tinggi purin, dengan pemberian campuran 4 g/kg BB Gnetum gnemon dan 50 mL/kg BB hati ayam ad libitum selama 9 hari. Perlakuan meliputi kombinasi lama fermentasi teh kombucha (4, 8, dan 12 hari) dan volume (1 mL dan 4 mL), sehingga terbentuk tujuh kelompok perlakuan termasuk kontrol. Analisis ANOVA digunakan untuk menilai efek perlakuan, dengan p < 0,05 dianggap bermakna. Hasil: Teh kombucha mampu menghambat xantin oksidase pada tikus hiperurisemia sekaligus menurunkan kadar asam urat, MDA, dan 8-OHdG. Efek tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan fermentasi 12 hari dan volume 4 mL, yang menunjukkan penurunan signifikan dibanding kelompok kontrol. Kesimpulan: Teh kombucha terbukti potensial menyembuhkan hiperurisemia pada tikus Wistar melalui mekanisme inhibisi xantin oksidase.

Teh kombucha menurunkan kadar asam urat pada tikus hiperurisemia melalui mekanisme inhibisi xantin oksidase.Selain itu, kombucha efektif mengurangi kadar malondialdehida (MDA) dan 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) sebagai penanda peroksidasi lipid dan kerusakan DNA akibat stres oksidatif.Mekanisme kerja kombucha melibatkan penyerapan langsung tanpa metabolisme fase I dan interaksi farmakodinamik di hepar untuk menghambat xantin oksidase.

Pada penelitian lanjutan, pertama, perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi senyawa bioaktif utama dalam teh kombucha yang bertanggung jawab atas efek inhibisi xantin oksidase. Hal ini dapat dilakukan melalui pemisahan fraksi menggunakan kromatografi dan analisis struktur dengan spektrometri massa, serta pengujian aktivitas in vitro terhadap enzim xantin oksidase. Kedua, studi mendalam tentang profil farmakokinetik dan bioavailabilitas kombucha setelah pemberian oral pada hewan model akan sangat membantu. Parameter seperti laju penyerapan, distribusi ke organ target, metabolisme, dan eliminasi perlu diukur untuk menentukan dosis optimal dan memahami potensi interaksi dengan obat lain. Ketiga, evaluasi efektivitas kombucha pada model hiperurisemia dengan kondisi komorbiditas—misalnya tikus hiperlipidemia atau tikus diabetes—dapat memberikan gambaran tentang kegunaan klinis kombucha pada pasien dengan risiko kardiometabolik. Dengan mengintegrasikan ketiga arah studi tersebut, penelitian selanjutnya akan mampu menjelaskan mekanisme molekuler, keamanan, serta memperluas aplikasi terapeutik kombucha pada pasien hiperurisemia.

  1. #tikus wistar#tikus wistar
File size146.71 KB
Pages5
DMCAReportReport

ads-block-test