APPERTANIAPPERTANI

Jurnal Ilmu Ternak dan VeterinerJurnal Ilmu Ternak dan Veteriner

Penelitian mengenai konformasi tubuh itik Alabio, Bali, Khaki Campbell, Mojosari dan Pegagan dilakukan untuk mengetahui faktor peubah pembeda dan menduga jarak genetik Mahalanobis diantara galur itik. Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, menggunakan 65 ekor itik Alabio, 40 ekor itik Bali, 36 ekor itik Khaki Campbell, 60 ekor itik Mojosari dan itik Pegagan 30 ekor. Pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur peubah yang diamati seperti panjang femur, tibia, tarsometatarsus, lingkar tarsometatarsus, panjang jari ketiga, sayap dan maxilla. Data yang diperoleh diolah menggunakan General Linear Models dan Analisis Diskriminan sederhana dengan menggunakan paket program SAS. Itik Pegagan jantan dan betina secara umum memiliki ukuran morfologi lebih besar dibandingkan itik Alabio, Bali, Khaki Campbell dan Mojosari. Itik Khaki Campbell banyak tercampur itik Bali (47,22%), dan itik Pegagan sangat rendah tercampur itik Alabio dan Bali, karena lokasi pengembangbiakannya yang terisolir di Sumatera Selatan. Jarak genetik Mahalanobis memperlihatkan bahwa itik Bali dan Khaki Campbell, juga itik Alabio dan Mojosari memiliki jarak genetik yang dekat, yaitu berturut-turut berjarak 1.420 dan 1.548. Hasil analisis kanonikal memperlihatkan bahwa peubah pembeda morfologi tubuh itik yang paling berpengaruh adalah panjang femur, tibia dan jari ketiga.

Itik Pegagan memiliki ukuran tubuh terbesar, sedangkan itik Khaki Campbell dan itik Bali menunjukkan pola pencampuran populasi yang berbeda, dengan Pegagan sedikit tercampur karena isolasi geografis.Ukuran fenotipik, khususnya panjang femur, tibia, dan jari ketiga, efektif sebagai indikator jarak genetik antar galur, dimana Bali dekat Khaki Campbell, Alabio dekat Mojosari, dan Pegagan terpisah jauh.Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas sampel di daerah asal, meningkatkan jumlah ulangan, dan mengintegrasikan analisis molekuler untuk meningkatkan akurasi estimasi kekerabatan.

Penelitian lanjutan dapat mengeksplorasi hubungan genetik antar galur itik Indonesia dengan menggunakan penanda molekuler seperti mikrosatelit atau SNP untuk melengkapi data morfometrik yang ada; selanjutnya, penelitian longitudinal yang memantau pertumbuhan, produksi telur, dan adaptasi lingkungan masing‑masing galur di berbagai daerah dapat mengungkap interaksi genotipe‑lingkungan serta mengidentifikasi faktor‑faktor yang mempengaruhi performa; terakhir, studi seleksi terarah yang memfokuskan pada peubah diskriminan (panjang femur, tibia, dan jari ketiga) dapat menilai dampaknya terhadap kualitas daging dan produksi telur, sehingga membantu merancang program pembiakan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

File size149.59 KB
Pages7
DMCAReportReport

ads-block-test