CERICCERIC

Jurnal Keperawatan IndonesiaJurnal Keperawatan Indonesia

Paska terjadinya bencana, penyintas mengalami beberapa fase bencana yang dapat mengarah pada masalah psikologis akibat peristiwa traumatik. Kemampuan resiliensi yang dihasilkan berdasarkan kecerdasan emosi penyintas diperlukan dalam fase pemulihan bencana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penyintas bencana banjir. Penelitian deskriptif analitik ini dilakukan di Desa Cemara Kulon dengan stratified random sampling pada 122 penyintas bencana banjir Indramayu dengan menggunakan instrumen Schutte Self-Report Emotional Intelligence Test dan Connor-Davidson Resilience Scale. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan (p= 0,033) dan kecerdasan emosi (p= 0,000) dengan resiliensi. Penyintas dengan kecerdasan emosi tinggi memiliki peluang lebih besar untuk beresiliensi dengan baik. Oleh karena itu asuhan keperawatan jiwa dengan mengacu pada kecerdasan emosi penyintas diharapkan dapat membuat penyintas dalam kondisi yang resilien di fase pemulihan bencana. Kesegeraan asuhan keperawatan jiwa dan edukasi kesehatan jiwa paska bencana juga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian dampak psikologis paska bencana.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penyintas banjir Indramayu di Desa Cemara Kulon cenderung memiliki kecerdasan emosi dan resiliensi tinggi.Terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan, kecerdasan emosi dan resiliensi, sedangkan usia, jenis kelamin, dan status pernikahan tidak berpengaruh.Penyintas dengan kecerdasan emosi tinggi memiliki peluang lebih besar memperoleh resiliensi tinggi, sehingga pelatihan kecerdasan emosi disarankan untuk meningkatkan resiliensi.

1. Lakukan studi longitudinal dengan sampel besar di beberapa wilayah rawan banjir untuk mengamati perubahan kecerdasan emosi dan resiliensi dari waktu ke waktu serta menilai penyebab perubahan. 2. Eksplorasi kuasi-eksperimental untuk menilai efektivitas program pelatihan kecerdasan emosi pada penyintas, termasuk tindakan pelatihan kelompok dan individual, serta ulasan dampak jangka panjang pada kesejahteraan psikologis. 3. Rancang penelitian kualitatif mendalam untuk memahami peran faktor budaya, sosial, dan gender dalam membentuk kecerdasan emosi dan resiliensi, menggunakan semi‑struktural interview dan analisis tematik. 4. Perluasan studi ke bencana lain (e.g., gempa, tanah longsor) untuk perbandingan peran kecerdasan emosi di konteks tipe bencana yang berbeda. 5. Evaluasi integrasi pengetahuan kecerdasan emosi ke dalam rencana pengelolaan bencana skala komunitas, analisis bagaimana pengetahuan ini diinternalisasikan dan diaplikasikan oleh petugas kesehatan jiwa. 6. Perangkat pembelajaran digital bisa dikembangkan dan diuji secara pilot pada penyintas sedang atau setelah peristiwa banjir, menilai efektivitas interaksi digital dalam meningkatkan resiliensi. 7. Analisis data yang diserialisasi melalui model regresi multivariat dapat memahami interaksi variabel pendidikan, gender, dan kecerdasan emosi terhadap resiliensi. 8. Penelitian akhir akan menilai pengaruh peran dukungan sosial dan akses tenaga kesehatan jiwa pada peningkatan resiliensi, menambah variabel penentu dari penelitian sebelumnya.

  1. #kecerdasan emosi#kecerdasan emosi
  2. #emosi resiliensi#emosi resiliensi
File size442.94 KB
Pages10
DMCAReportReport

ads-block-test