UINSAIZUUINSAIZU

Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum IslamAl-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam

Artikel ini mengkaji diterima atau tidaknya bukti yang dihasilkan dari CCTV dan tes DNA sebagai alat pembuktian zina menurut Hukum Islam dengan kajian kritis dan argumentatif. Artikel ini mengungkapkan bahwa hukuman hadd tidak dapat dijatuhkan berdasarkan bukti yang dihasilkan dari CCTV dan tes DNA karena pengakuan bukti tersebut akan mengikis dan menetralisir persyaratan Al-Quran dari empat saksi mata yang dapat dipercaya sebelum hukuman. Disisi lain dalil-dalil tersebut tidak dapat digunakan untuk menggantikan ketentuan-ketentuan dari Al-Quran dan Sunnah karena dalil-dalil tersebut bersifat sirkumstan yang menimbulkan keraguan. Temuan utama penulis adalah bahwa satu-satunya bukti yang dapat diterima untuk zina adalah yang ditentukan oleh Al-Quran atau Sunnah, yaitu kesaksian lisan dari empat saksi mata yang dapat dipercaya dan pengakuan. Artikel ini merekomendasikan bahwa bukti yang dihasilkan dari CCTV dan tes DNA harus menjadi bukti yang baik dan sama dapat diterima di semua pelanggaran non-hudud terutama ketika tidak ada campur tangan atau interupsi manusia yang menodai atau mempengaruhi bukti.

Penelitian ini menegaskan bahwa hukuman hudud, termasuk zina, hanya dapat diterapkan bila terbukti melalui saksi mata empat yang dapat diandalkan atau pengakuan, sesuai ketentuan Al‑Quran dan Sunnah, sehingga bukti berupa rekaman CCTV atau tes DNA tidak dapat menggantikan persyaratan tersebut.Selain itu, pemasangan CCTV di tempat pribadi dianggap melanggar hak privasi menurut syariah maupun konstitusi Nigeria, sehingga penggunaannya sebagai bukti utama dalam kasus hudud menimbulkan keraguan yang harus berpihak pada terdakwa.Kesimpulannya, tujuan hukum Islam bukan untuk memastikan hukuman dengan cara apapun, melainkan menjamin keadilan dengan menegakkan standar bukti yang tinggi dan menghindari penerapan hukuman hadd ketika terdapat keraguan.

Penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi bagaimana metode forensik digital dapat diintegrasikan dengan standar pembuktian tradisional Islam untuk mengembangkan model bukti hibrida yang dapat diterapkan pada kejahatan non‑hudud, sehingga teknologi modern tidak mengabaikan prinsip keadilan Islam. Selanjutnya, diperlukan kajian mendalam mengenai implikasi etis dan hukum penggunaan tes DNA dalam pengadilan Islam khususnya pada kasus paternitas dan pemerkosaan, dengan fokus pada keseimbangan antara hak privasi individu dan kebutuhan membuktikan kebenaran, guna menghasilkan pedoman yang menghormati nilai-nilai syariah sekaligus melindungi korban. Terakhir, studi perbandingan yurisprudensi tentang penerimaan bukti tidak langsung dalam mazhab-mazhab Islam dapat mengidentifikasi titik temu atau perbedaan, sehingga memungkinkan penyusunan kerangka konsensus untuk penggunaan bukti berbasis teknologi dalam konteks kontemporer, memperkuat legitimasi sistem peradilan Islam di era digital.

  1. #authority islamic law#authority islamic law
File size369.12 KB
Pages14
DMCAReportReport

ads-block-test