IAIN CURUPIAIN CURUP

Al-Istinbath: Jurnal Hukum IslamAl-Istinbath: Jurnal Hukum Islam

Sebaran global fitnah berupa tuduhan palsu, fitnah, dan ucapan merusak semakin menonjol dengan munculnya media sosial, menimbulkan dilema etika dan moral di banyak masyarakat Muslim (dan lainnya). Meskipun sebagian besar negara telah mengadopsi versi hukum sekuler untuk mengendalikan ruang digital mereka, terdapat kekurangan yang jelas dalam penerapan hukum pidana Islam yang melindungi kehormatan individu serta keharmonisan sosial. Penelitian ini mengeksplorasi kemungkinan adaptasi prinsip-prinsip pidana Islam untuk mengatur penyalahgunaan platform media sosial dengan mengacu khusus pada pelanggaran serupa qadhf, ghibah, buhtan, dan namimah. Peneliti berupaya menawarkan model yuridis yang selaras dengan situasi digital saat ini sekaligus dapat diterima oleh prinsip-prinsip hukum Islam. Artikel ini menerapkan metodologi hukum doktrinal serta analisis statistik terhadap 155 kasus kejahatan digital yang dilaporkan. Data dianalisis berdasarkan lima dimensi: respons hukum, indeks keparahan, probabilitas kerugian, kepedulian publik, dan variasi kepatuhan terhadap syariah. Validasi kerangka kerja dibimbing oleh masukan para ulama serta klasifikasi terstruktur tipe pelanggaran. Temuan menunjukkan perbedaan dramatis antara penegakan hukum dan reaksi publik; tuduhan palsu paling sesuai dengan hukum Islam, sedangkan fitnah (defamasi) paling sedikit mendapat putusan meskipun paling sering terjadi. Baik provokasi agama maupun pelecehan digital menunjukkan potensi kerugian tinggi namun masih kurang diatur. Respons komunitas sesuai dengan etika Islam dan, dalam banyak kasus, lebih sensitif dibandingkan respons institusional. Model hibrida yang menggabungkan nilai-nilai syariah dan teknologi digital berpotensi mendukung keadilan, akuntabilitas, serta keharmonisan sosial di platform digital.

Penelitian menunjukkan bahwa fitnah digital berupa pencemaran nama baik, tuduhan palsu, provokasi agama, dan pelecehan daring bukan sekadar masalah etika, melainkan isu hukum serius yang memerlukan regulasi berbasis nilai Islam.Analisis mengungkap bahwa kejahatan klasik seperti qadhf, ghibah, buhtan, dan namimah kini muncul dalam bentuk digital, namun sebagian besar negara mayoritas Muslim belum sepenuhnya mengintegrasikan respons hukum Islam untuk mengatasi pelanggaran ini, sehingga terdapat kesenjangan antara sensitivitas moral komunitas dan penegakan hukum formal.Temuan kunci menunjukkan tuduhan palsu dan pelecehan daring memicu reaksi publik paling kuat, sementara provokasi agama dan pemaluan online kurang diatur meskipun berpotensi mengganggu masyarakat.metrik kuantitatif seperti Fitnah Harm Potential dan Shariah Compliance Deviation menyoroti sifat reaktif kebijakan yang perlu diganti dengan pendekatan substantif dan reformatif sesuai etika hukum Islam.

Penelitian selanjutnya dapat menguji efektivitas sistem deteksi berbasis kecerdasan buatan yang diselaraskan dengan prinsip fiqh jinayat dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan konten fitnah digital, serta menilai akurasi dan implikasi hukumnya. Selanjutnya, studi komparatif terhadap mekanisme keadilan restoratif yang diadopsi oleh berbagai mazhab Islam dapat mengungkap perbedaan interpretatif dalam penerapan sulh, tawbah, dan adl pada kasus fitnah online, sehingga menyediakan kerangka kerja yang lebih inklusif bagi penyelesaian sengketa digital. Akhirnya, penelitian longitudinal mengenai proses rekonsiliasi berbasis komunitas (sulh) dalam lingkungan daring dapat mengevaluasi dampaknya terhadap tingkat residivisme pelaku fitnah serta persepsi keadilan di kalangan korban, memberikan dasar empiris bagi kebijakan yang menekankan pemulihan sosial selain sanksi hukuman.

  1. #nilai islam siswa#nilai islam siswa
File size806.99 KB
Pages25
DMCAReportReport

ads-block-test