NEWINERANEWINERA

Journal La SocialeJournal La Sociale

Perjanjian Kerjasama antara Direktur Produksi PT Pegadaian (Persero) dan Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 352/S-00015.02/2018 dan Nomor 31/SKB-100/IV/2018. Penetapan sertifikat hak atas tanah sebagai objek jaminan gadai menarik untuk dibahas dengan menguraikan permasalahan objek sebagai jaminan serta penetapan dan pelaksanaan hak jaminan objek ketika debitur wanprestasi. Diperoleh kesimpulan sebagai berikut: objek jaminan dibedakan menjadi objek bergerak dan objek tidak bergerak. Jika objek bergerak dikenai gadai, maka hak kepemilikan atas objek tersebut harus diserahkan kepada penerima gadai dengan ancaman pembatalan apabila serah terima tidak dilaksanakan. Objek tidak bergerak dikenai hak tanggungan yang wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan; Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang mempunyai kekuatan pembuktian setara putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pelaksanaan hak jaminan objek ketika debitur wanprestasi, jika debitur tidak memenuhi kewajibannya melunasi utang, pada gadai kreditur dapat melaksanakan eksekusi berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata, sedangkan pada hak tanggungan jika debitur wanprestasi dan tidak memenuhi kewajiban secara sukarela dapat melakukan eksekusi sesuai ketentuan Pasal 14 UUHT.

Hak atas objek jaminan dibedakan menjadi objek bergerak yang dikenai gadai, dan objek tidak bergerak yang dikenai hak tanggungan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, dimana sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan pembuktian setara putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.Pelaksanaan eksekusi objek jaminan saat debitur wanprestasi pada gadai dilakukan berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata, sedangkan pada hak tanggungan mengacu pada Pasal 14 UUHT.Perjanjian Kerja Sama antara PT Pegadaian (Persero) dan Kementerian ATR/BPN memungkinkan penggunaan sertifikat hak atas tanah produktif pertanian sebagai jaminan gadai, namun tanpa pendaftaran hak tanggungan, sertifikat tersebut tidak memberikan perlindungan eksekusi yang memadai bagi kreditur.

Pertama, penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi secara mendalam pemahaman dan sikap petani terhadap penggunaan sertifikat hak atas tanah produktif pertanian sebagai jaminan gadai di PT Pegadaian, misalnya dengan studi kualitatif wawancara mendalam dan focus group untuk mengidentifikasi persepsi risiko, hambatan sosial, dan harapan petani. Kedua, kajian empiris dapat diarahkan pada analisis efektivitas dan kendala teknis proses eksekusi jaminan, baik gadai maupun hak tanggungan, dengan membandingkan waktu penyelesaian, biaya, prosedur administrasi, dan tingkat keberhasilan eksekusi di berbagai Kantor Pertanahan serta dampaknya terhadap pemulihan kredit. Ketiga, penelitian komparatif lintas lembaga keuangan atau wilayah dapat dilakukan untuk menelaah perbedaan implementasi hak tanggungan pada kredit usaha pertanian di PT Pegadaian, bank pemerintah, serta koperasi, sehingga praktik terbaik, celah regulasi, dan rekomendasi kebijakan dapat dirumuskan untuk memperkuat perlindungan bagi kreditur dan debitur. Dengan menggabungkan pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan metode norma-statis, saran-saran ini diharapkan mampu memperkaya wacana akademik dan memperbaiki praktik hukum jaminan agraria di Indonesia.

  1. Land Rights Execution as a Pledge Object Based on MoU with PT. Pegadaian at the Office of Agrarian Affairs... doi.org/10.37899/journal-la-sociale.v1i6.179Land Rights Execution as a Pledge Object Based on MoU with PT Pegadaian at the Office of Agrarian Affairs doi 10 37899 journal la sociale v1i6 179
File size462.53 KB
Pages9
DMCAReportReport

ads-block-test