UNEJUNEJ

Journal of Southeast Asian Human RightsJournal of Southeast Asian Human Rights

Banyak penelitian tentang kebebasan beragama di Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan mencolok antara perlindungan konstitusional dan penerapan nyata kebebasan beragama, yang menggarisbawahi kegagalan negara sebagai pelindung hak asasi manusia. Namun, penekanan pada hak asasi manusia kerap mengabaikan alasan mengapa tingkat pembatasan pemerintah meningkat secara signifikan di Indonesia yang telah demokratisasi, sehingga menciptakan tren penyusutan kebebasan beragama. Dengan menggunakan perspektif ruang sipil, penelitian ini menganalisis dinamika tren tersebut serta keterlibatan negara sebagai penentu utama. Untuk menunjukkan bagaimana dan dalam bentuk apa negara terlibat dalam menciptakan penyusutan kebebasan beragama, penelitian ini menggunakan kombinasi kajian literatur dan peninjauan terhadap pengukuran sebelumnya mengenai situasi kebebasan beragama di Indonesia. Penelitian ini berargumen bahwa dinamika penyusutan kebebasan beragama lebih berkaitan dengan upaya terus-menerus dari aktor-aktor negara dan lembaga pemerintah untuk mengontrol agama demi tujuan politik dan pertimbangan terkait perubahan lanskap politik dalam konteks demokratisasi Indonesia, ketimbang faktor ideologis.

Dinamika kebebasan beragama di Indonesia pasca-Reformasi menempatkan negara sebagai aktor utama penyebab penyusutannya.Pembatasan oleh negara menjadi prediktor utama diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas beragama.Pola pembatasan ini dilakukan melalui kebijakan diskriminatif, melibatkan partai agama maupun sekuler, serta menyasar kelompok agama non-resmi seperti Ahmadiyya dan Syiah.Meski tampak berbasis agama, tren ini lebih didorong oleh motif politik seperti memperoleh dukungan pemilih dan menjaga legitimasi politik, bukan pengaruh ideologis murni.

Pertama, perlu penelitian lanjutan yang mengkaji bagaimana keputusan pengadilan, terutama Mahkamah Konstitusi, memengaruhi legitimasi hukum terhadap kebijakan diskriminatif berbasis agama, serta bagaimana interpretasi hukum terhadap pasal pembatasan kebebasan beragama digunakan untuk memperkuat otoritas politik. Kedua, diperlukan studi yang meneliti pola alokasi sumber daya keuangan dan hukum oleh pemerintah daerah kepada kelompok agama tertentu, untuk memahami apakah bentuk favoritisme ini digunakan sebagai alat politik dalam pemenangan pemilu lokal atau konsolidasi kekuasaan. Ketiga, sebaiknya dilakukan penelitian komparatif antardaerah yang menerapkan peraturan syariah dengan daerah yang tidak menerapkan, guna mengungkap faktor spesifik—seperti komposisi kekuasaan politik, tekanan kelompok agama, atau kondisi ekonomi lokal—yang memicu adopsi kebijakan tersebut meskipun didorong oleh partai sekuler, sehingga dapat menilai sejauh mana motif politis mengalahkan komitmen ideologis dalam politisasi agama.

  1. #kebebasan beragama#kebebasan beragama
  2. #asasi manusia negara#asasi manusia negara
File size362.37 KB
Pages22
DMCAReportReport

ads-block-test