BIOTROPBIOTROP

BIOTROPIABIOTROPIA

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia memerlukan perhatian dalam upaya mitigasi, khususnya di daerah konservasi. Taman Nasional Lore Lindu (LLNP) merupakan kawasan konservasi yang berperan dalam pelestarian flora dan fauna endemik beserta habitatnya. Kebakaran hutan sering terjadi di wilayah LLNP, terutama di area sabana. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan di LLNP perlu dilakukan untuk melindungi dan mencegah risiko kebakaran hutan guna menjaga ekosistem. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara curah hujan dan tutupan lahan dengan jumlah titik panas sebagai indikator kebakaran hutan di LLNP pada periode 2017–2021. Dengan demikian, strategi pencegahan dapat dilaksanakan sedini mungkin untuk mencegah kebakaran hutan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis secara spasial dan statistik data curah hujan pada 2017–2021 di Kabupaten Sigi dan Poso; data titik panas dari satelit TERRA/AQUA, SNPP, dan MODIS-NASA 2017–2021 di LLNP; serta data tutupan lahan LLNP. Dalam analisis statistik, data curah hujan dan titik panas diuji menggunakan uji Pearson Bivariat, sedangkan data tutupan lahan dan titik panas dianalisis secara spasial menggunakan ArcMap dengan analisis kategorial. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 55 titik panas di LLNP pada 2017–2021. Uji korelasi Pearson Bivariat antara curah hujan dan titik panas menghasilkan nilai –0,028. Hubungan antara curah hujan dan titik panas menunjukkan korelasi tidak terarah; semakin rendah intensitas curah hujan, semakin banyak titik panas ditemukan. Secara spasial, jumlah titik panas tertinggi terjadi pada tutupan lahan hutan kering sekunder, sebanyak 29 titik. LLNP akan berupaya meningkatkan patroli keamanan pada musim dan tipe penutup lahan tertentu yang berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Dari periode 2017–2021 tercatat 55 titik panas di LLNP dengan puncak tertinggi pada 2019 (16 titik) dan pola peningkatan dari Juli hingga Oktober.Analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan tidak terarah antara curah hujan dan jumlah titik panas (r = –0,028), sedangkan sebaran titik panas lebih banyak terjadi di wilayah dengan tutupan hutan kering sekunder (29 titik) dan di Kabupaten Poso yang memiliki intensitas curah hujan lebih rendah.Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel curah hujan dan tutupan lahan berperan terhadap kemunculan titik panas di LLNP, namun perlu melibatkan faktor iklim lain seperti kelembaban dan suhu serta mempertimbangkan faktor sosial ekonomi masyarakat untuk analisis lebih komprehensif.

Pada penelitian selanjutnya, pertama-tama perlu dilakukan kajian mendalam mengenai pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu terhadap frekuensi dan distribusi titik panas. Kajian ini dapat meliputi analisis jenis mata pencaharian, besaran pendapatan, serta pola dan motif penggunaan lahan untuk mengetahui sejauh mana kebutuhan ekonomi mendorong praktik yang berisiko memicu kebakaran hutan. Kedua, studi bisa diperluas dengan memasukkan variabel iklim lain seperti variasi suhu maksimum dan minimum harian serta kelembaban relatif udara dalam model multivariat untuk mengidentifikasi kontribusi relatif setiap faktor iklim terhadap munculnya hotspot. Analisis ini akan memberikan pemahaman yang lebih holistik mengenai kondisi iklim lokal yang mempengaruhi kekeringan bahan bakar. Ketiga, penelitian sebaiknya melakukan monitoring panjang tutupan lahan pasca kebakaran menggunakan citra satelit beragam tahun untuk menilai kemampuan regenerasi ekosistem dan mendeteksi area yang paling rentan mengalami kebakaran ulang. Dengan demikian, rekomendasi pencegahan kebakaran hutan di LLNP dapat dirancang berdasarkan kombinasi pemahaman sosial-ekonomi, kondisi iklim, dan dinamika tutupan lahan yang mendalam.

  1. Pendugaan hotspot sebagai indikator kebakaran hutan di Kalimantan berdasarkan faktor iklim | Jurnal Pengelolaan... doi.org/10.29244/jpsl.9.2.405-418Pendugaan hotspot sebagai indikator kebakaran hutan di Kalimantan berdasarkan faktor iklim Jurnal Pengelolaan doi 10 29244 jpsl 9 2 405 418
  2. KARAKTERISTIK SPASIAL DAN TEMPORAL HOTSPOT DI PULAU SUMATERA | Jurnal Meteorologi dan Geofisika. spasial... jmg.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/674KARAKTERISTIK SPASIAL DAN TEMPORAL HOTSPOT DI PULAU SUMATERA Jurnal Meteorologi dan Geofisika spasial jmg bmkg go jmg index php jmg article view 674
  3. RELATIONSHIP BETWEEN RAINFALL AND LAND COVER ON THE NUMBER OF HOTSPOTS IN LORE LINDU NATIONAL PARK |... journal.biotrop.org/index.php/biotropia/article/view/1839RELATIONSHIP BETWEEN RAINFALL AND LAND COVER ON THE NUMBER OF HOTSPOTS IN LORE LINDU NATIONAL PARK journal biotrop index php biotropia article view 1839
  1. #curah hujan#curah hujan
  2. #lahan hutan#lahan hutan
File size385.08 KB
Pages9
DMCAReportReport

ads-block-test